Puasa nazar merupakan puasa yang wajib untuk ditunaikan. Puasa nazar ini dilakukan berdasarkan dengan janji yang telah dibuat atau dilakukan sebagai seorang Muslim. Misalnya, ketika seseorang berjanji akan berpuasa jika mendapatkan naik jabatan, maka ia wajib untuk membayarnya apabila keinginannya telah terpenuhi.
Islam juga membolehkan seseorang bernazar. Allah SWT pun memuji orang-orang yang menunaikan nazarnya. Allah SWT berfirman: “Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS Al-Hajj: 29).
Dulu, Umar bin Khatab juga pernah diperintah untuk menunaikan nazarnya. Sekembalinya rombongan Rasulullah SAW dari Thaif dan sampai di Ji’ronah, Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah, “Yaa Rasulullah, sesungguhnya aku pernah bernazar pada masa jahiliyah untuk melakukan itikaf sehari di Masjidil Haram maka apa pendapatmu?” Rasulullah menjawab, “Pergilah kesana dan beri’tikaflah.”
Puasa Nazar adalah puasa yang wajib dilakukan oleh seseorang sesuai dengan yang dinazarkannya. Dalam sebuah hadis mengenai hal tersebut, Aisyah RA pernah menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
”Barang siapa yang bernazar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah ia mentaati-Nya dan barangsiapa yang bernazar untuk maksiat terhadap Allah, maka janganlah dia maksiat terhadap-Nya.” (HR Bukhari).
Bacaan Niat Puasa Nazar, Tata Cara, Hukum, Dalil
Niat Puasa Nazar
Niat daripada puasa nazar ini boleh untuk diucapkan secara lisan maupun di dalam hati. Adapun niat dari puasa nazar yakni
“Nawaitu shaumannadzri lillâhi ta’ala”
Artinya: “Saya berniat puasa nazar karena Allah ta’âlâ.”
Tata Cara
Cara menjalankan puasa nazar sendiri sama saja dneganpuasa pada mumnya yang dimana kita diwajibkan untuk menahan lapar dan haus serta berbagai hal yang dapat membuat puasa batal atau makruh.
Berapa lama puasa nazar dilakukan.? Puasa nazar dilakukan tentu saja sesuai dengan apa yang telah dinazarkan. Apabila kita bernazar untuk berpuasa selama 3 hari maka kita wajib untuk membayarkan sebagaimana jumlah janji yang telah dibuat.
Dalil
nazar menjadi wajib hukumnya jika hal tersebut mengandung kebaikan dan akan senantiasa mendekatkan diri kita pada Allah SWT. sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al Hajj: 29)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ
“Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah: 270)
Allah Ta’ala memuji orang-orang yang menunaikan nazarnya,
إِنَّ الأبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا (٥)عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا (٦)يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا (٧)
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan: 5-7)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ
“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ” (HR. Bukhari no. 6696)
Dari ‘Imron bin Hushoin radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
خَيْرُكُمْ قَرْنِى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ – قَالَ عِمْرَانُ لاَ أَدْرِى ذَكَرَ ثِنْتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا بَعْدَ قَرْنِهِ – ثُمَّ يَجِىءُ قَوْمٌ يَنْذُرُونَ وَلاَ يَفُونَ ، …
“Sebaik-baik kalian adalah orang-orang yang berada di generasi-ku, kemudian orang-orang setelahnya dan orang-orang setelahnya lagi. -‘Imron berkata, ‘Aku tidak mengetahui penyebutan generasi setelahnya itu sampai dua atau tiga kali’-. Kemudian datanglah suatu kaum yang bernazar lalu mereka tidak menunaikannya, …. ” (HR. Bukhari no. 2651). Hadits ini menunjukkan berdosanya orang yang tidak menunaikan nazar.