Bacaan Niat Puasa Nazar, Tata Cara, Hukum, Dalil

Bacaan Niat Puasa Nazar, Tata Cara, Hukum, Dalil

Puasa nazar merupakan puasa yang wajib untuk ditunaikan. Puasa nazar ini dilakukan berdasarkan dengan janji yang telah dibuat atau dilakukan sebagai seorang Muslim. Misalnya, ketika seseorang  berjanji akan berpuasa jika mendapatkan naik jabatan, maka ia wajib untuk membayarnya apabila keinginannya telah terpenuhi.

Islam juga membolehkan seseorang bernazar. Allah SWT pun memuji orang-orang yang menunaikan nazarnya. Allah SWT berfirman: “Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS Al-Hajj: 29).

Dulu, Umar bin Khatab juga pernah diperintah untuk menunaikan nazarnya. Sekembalinya rombongan Rasulullah SAW dari Thaif dan sampai di Ji’ronah, Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah, “Yaa Rasulullah, sesungguhnya aku pernah bernazar pada masa jahiliyah untuk melakukan itikaf sehari di Masjidil Haram maka apa pendapatmu?” Rasulullah menjawab, “Pergilah kesana dan beri’tikaflah.”

Puasa Nazar adalah puasa yang wajib dilakukan oleh seseorang sesuai dengan yang dinazarkannya. Dalam sebuah hadis mengenai hal tersebut, Aisyah RA pernah menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

”Barang siapa yang bernazar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah ia mentaati-Nya dan barangsiapa yang bernazar untuk maksiat terhadap Allah, maka janganlah dia maksiat terhadap-Nya.” (HR Bukhari).

 

Bacaan Niat Puasa Nazar, Tata Cara, Hukum, Dalil

Niat Puasa Nazar

Niat daripada puasa nazar ini boleh untuk diucapkan secara lisan maupun di dalam hati. Adapun niat dari puasa nazar yakni

 “Nawaitu shaumannadzri lillâhi ta’ala”  

Artinya: “Saya berniat puasa nazar karena Allah ta’âlâ.”

 

Tata Cara

Cara menjalankan puasa nazar sendiri sama saja dneganpuasa pada mumnya yang dimana kita diwajibkan untuk menahan lapar dan haus serta berbagai hal yang dapat membuat puasa batal atau makruh.

Berapa lama puasa nazar dilakukan.? Puasa nazar dilakukan tentu saja sesuai dengan apa yang telah dinazarkan. Apabila kita bernazar untuk berpuasa selama 3 hari maka kita wajib untuk membayarkan sebagaimana jumlah janji yang telah dibuat.

 

Dalil

nazar menjadi wajib hukumnya jika hal tersebut mengandung kebaikan dan akan senantiasa mendekatkan diri kita pada Allah SWT. sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al Hajj: 29)

 

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ

“Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah: 270)

 

Allah Ta’ala memuji orang-orang yang menunaikan nazarnya,

إِنَّ الأبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا (٥)عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا (٦)يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا (٧)

“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan: 5-7)

 

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ” (HR. Bukhari no. 6696)

 

Dari ‘Imron bin Hushoin radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

خَيْرُكُمْ قَرْنِى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْقَالَ عِمْرَانُ لاَ أَدْرِى ذَكَرَ ثِنْتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا بَعْدَ قَرْنِهِثُمَّ يَجِىءُ قَوْمٌ يَنْذُرُونَ وَلاَ يَفُونَ ،

“Sebaik-baik kalian adalah orang-orang yang berada di generasi-ku, kemudian orang-orang setelahnya dan orang-orang setelahnya lagi. -‘Imron berkata, ‘Aku tidak mengetahui penyebutan generasi setelahnya itu sampai dua atau tiga kali’-. Kemudian datanglah suatu kaum yang bernazar lalu mereka tidak menunaikannya, …. ” (HR. Bukhari no. 2651). Hadits ini menunjukkan berdosanya orang yang tidak menunaikan nazar.

Bolehkah Puasa Syawal Tidak Berurutan? Ini Jawabannya

Bolehkah Puasa Syawal Tidak Berurutan? Ini Jawabannya

Puasa syawal merupakan puasa yang termasuk ke dalam jenis puasa sunnah, yang  dimana puasa sunnah boleh untuk dilakukan dan boleh juga tidak. Apabila puasa sunnah dilaksanakan maka mereka akan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan keutamaan dari puasa itu sendiri.

Dasar Hukum Puasa Sunah Ini Terdapat Dalam Hadis Yang Berbunyi:

“Thalhah Ibn ‘Ubaidillah mengatakan: Seorang lelaki dari penduduk Najd datang kepada Rasulullah saw dengan rambut meremang, tidak terdengar gema suaranya dan tidak diketahui apa yang ia katakan sampai ia mendekat, kemudian ternyata ia bertanya tentang Islam. Rasulullah saw menjawab: Lima shalat sehari semalam. Lalu ia bertanya lagi: Apakah ada kewajiban lain atas saya selain itu? Rasulullah saw. menjawab: Tidak, kecuali engkau kerjakan amalan sunnah, kemudian beliau menjelaskan lagi: dan puasa Ramadan.

Orang itu bertanya lagi: Apakah ada kewajiban lain atasku selain (puasa Ramadlan) itu? Beliau menjawab: Tidak ada, kecuali engkau kerjakan amalan sunnah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keutamaan puasa sunnah dapat menjadi perisai dari api neraka, sebagaimana dipahami dari hadis: “Dari Abi Sa’id al-Khudri r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa berpuasa pada suatu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkannya dari api neraka selama 70 tahun.” (HR. Bukhari an Muslim).

Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya orang berpuasa apabila ada perjamuan makan padanya, maka malaikat akan memberi shalawat kepadanya sampai perjamuan tersebut selesai, atau menurut lafal lain sampai mereka selesai makan.”(HR. at-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, dan ad-Darimiy).

Puasa syawal sendiri merupakan salah satu amalan sunnah yang dilakukan pada bulan syawal. Idealnya, puasa syawal ini dilaksanakan secara berturut turut selama 6 hari lamanya yang dimulai dari tanggal 2 syawal. Lantas bolehkah puasa syawal dilakukan tidak berturut turut.?

Anjuran menjalankan puasa syawal tertuang dalam hadist Abu Ayyub Al-Anshari r.a., Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya:

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164).

 

Bolehkah Puasa Syawal Tidak Berturut-turut 6 Hari?

Bagaimana jika puasa syawal tidak dilakukan secara berturut turut selama 6 hari.? Hal tersebut boleh saja, asalkan asalkan puasa syawal 6 hari itu dilakukan di bulan Syawal. Meskipun diperbolehkan untuk tidak berpuasa syawal secara berturut turut, namun umat muslim dianjurkan untuk menyegerakannya.

Orang yang tidak mengerjakan puasa Syawal secara berurutan selama 6 hari tetap akan mendapatkan keutamaan dan pahala yang sama dengan orang yang mengerjakan secara berurutan. Salah satu keutamaan yang akan didapat yaitu seperti puasa selama satu tahun.

Meskipun puasa syawal ini dilakukan pada awal bulan, namu puasa syawal tidak boleh dilaksanakan pada saat tanggal 1 syawal, sebab hal tersebut bertepatan dengan hari raya idul fitri yang dimana apabila berpuasa pada hari tersebut hukumnya haram.

 

Niat Puasa Syawal

Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa’i sunnatis Syawwaali lillaahi ta‘alaa.

Artinya: Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah ta’ala.

 

Tata Cara Puasa Syawal

Pada dasarnya tata cara puasa Syawal sama dengan puasa Ramadhan atau puasa sunnah lainnya. Akan tetapi terdapat perbedaan waktu pelaksanaan puasa Syawal. Berikut ini tata cara puasa Syawal:

 

  1. Awali dengan membaca niat terlebih dahulu, niat boleh dibaca ketika hendak sahur.
  2. Melakukan sahur sebelum waktu imsyak.
  3. Setelah memasuki waktu subuh umat muslim sudah harus menahan diri dari segala yang membatalkan puasa seperti makan dan minum hingga waktu berbuka tiba.
  4. Segerakan untuk membatalkan puasa ketika telah memasuki waktu berbuka.

Demikian penjelasan untuk menjawab pertanyaan bolehkah puasa syawal tidak berturut-turut 6 hari. Semoga dapat menambah pengetahuan Anda mengenai puasa Syawal.

Mengenal Macam Puasa Sunnah yang Dianjurkan

Mengenal Macam Puasa Sunnah yang Dianjurkan

Jika bicara mengenai puasa, puasa ramadhan menjadi puasa yang paling populer bagi kalangan masyarakat, bahkan masyarakat non Muslim pun mengenal puasa ramadhan, sebab puasa ramadhan merupakan puasa yang dilaksanakan secara serentak di seluruh dunia yakni pada bulan ramadhan.

Puasa ramadhan merupakan puasa wajib dengan banyak keutamaan yang akan didapatkan bagi mereka yang melaksanakan nya. Namun selain puasa wajib ramadhan, dalam Islam juga terdapat puasa sunnah yang dimana puasa ini merupakan puasa yang boleh untuk dilakukan dan boleh juga tidak.

 

Macam Puasa Sunnah dan Jadwalnya

Sudah sepatutnya sebagai seornag Muslim mengenal macam macam dari puasa sunnah dan berikut beberapa puasa sunnah yang wajib diketahui.

 

1. Puasa 6 Hari di Bulan Syawal

Sesuai dengan namanya,puas aini dilaksanakan selepas dari bulan ramadhan atau memasuki bulan syawal.  Rasulullah SAW menganjurkan berpuasa selama enam hari di bulan Syawal. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi SAW bersabda, “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan dan meneruskan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti ia berpuasa di sepanjang tahun.”

Meski demikian, namun puasa ini tidak diperbolehkan untuk dilakukan saat hari raya idul fitri atau pada 1 Syawal, sebab hari tersebut merupakan hari diharamkannya untuk berpuasa.

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada dua hari yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.”

 

2. Puasa Arafah

Bagi orang yang tidak dapat pergi haji maka bisa melaksanakan puasa arafah yang jatuhnya pada tanggal 9 Dzulhijjah. Keutamaan dari melaksanakan Puasa Arafah yakni akan dihapuskan dosanya seperti yang telah disampaikan pada sabda Rasulullah SAW yang berbunyi, “Puasa hari Arafah itu menghapus dosa dua tahun, setahun silam dan setahun yang akan datang. 

 

3. Puasa Tasu’a dan Asyura

Puasa Tasu’a dan Asyura jatuh pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Muslim. Ibnu Abbas bertutur, “Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa pada hari itu, mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ‘Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalau begitu, tahun depan insya Allah kita berpuasa tanggal 9 (Muharram)’.”

 

4. Puasa Dzulhijjah

Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan puasa Dzulhijjah di masa hidupnya. Puasa ini berlangsung pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, yakni tanggal 1-7 bulan Dzulhijjah.

Tercatat dalam hadis riwayat Ahmad dan An Nasa’i, yang berasal dari Hafshah RA, dia menuturkan, “Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW yaitu: puasa Asyura (10 Muharram), puasa 10 hari bulan Dzulhijjah, puasa 3 hari setiap bulan, dan salat 2 rakaat sebelum sholat fajar (subuh).”

 

5. Puasa Tarwiyah

Puasa Tarwiyah terletak pada hari ke-8 bulan Dzulhijjah. Pada sebuah riwayat disebutkan, salah satu keutamaan puasa Tarwiyah adalah, orang yang melakukannya seperti berpuasa selama satu tahun penuh.

“Barangsiapa berpuasa 10 hari, maka untuk setiap harinya seperti puasa sebulan. Dan, untuk puasa pada hari Tarwiyah seperti puasa setahun, sedangkan untuk puasa hari Arafah seperti puasa dua tahun.” (HR. Ali Al-Muairi, At-Thibbi, Abu Sholeh, dan Ibnu Abbas).

Arti Puasa Kafarat Untuk Denda Jimak dan Cara Membayarnya

Arti Puasa Kafarat Untuk Denda Jimak dan Cara Membayarnya

Dalam Islam selan puasa ramadhan, adapun sejumlah puasa lainnya yang memiliki hukum wajib dan salah satunya adalah puasa Kafarat. Puasa kafarat sendiri merupakan puasa yang dilakukan sebagai upaya penebus kesalahan, sangsi, atau denda atas suatu pelanggaran yang telah dilakukan sebagai umat Muslim. Kafarat berhubungan dengan hak Allah yang harus ditunaikan akibat pelanggaran tersebut.

Jenis Jenis Kafarat

Kafarat sendiri terbagi menjadi empat yaitu kafarat zhihar, kafarat hubungan badan di bulan Ramadhan, kafarat pembunuhan, dan kafarat yamin. Namun dalam kitab kitab Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzab, empat kafarat tersebut ditambah dengan kafarat pelanggaran haji. 

1. Kafarat zhihar 

Kafarat zhihar merupakan kafarat atau penebusan akibat seorang suami yang menyamakan punggung istrinya dengan punggung ibunya. Contohnya, seorang suami mengatakan bahwa ,”Bagiku, engkau seperti punggung Ibuku.” Kalimat seperti tersebut yang dimana menyamakan punggung istrinya termasuk dengan perkataan mungkar dan dusta, sebab menyerupakan istri sebagai ibunya.

Ketika zaman jahiliyah, zhihar adalah salah satu cara menceraikan istri dan ini adalah perbuatan haram. Apabila melakukannya maka seorang suami dapat bertaubat dengan kafarat memerdekakan seorang budak perempuan muslim, atau berpuasa dua bulan berturut-turut tanpa adanya persetubuhan dengan istri. Namun jika tidak mampu, maka memberi makan 60 orang miskin. 

 

2. Kafarat bersetubuh di bulan Ramadan 

Bersetubuh pada bulan ramadhan tepatnya di siang  hari atau disaat ibadah puasa sedang berlangsung hukumnya haram. Maka bgi siapa yang telah melanggarnya maka wajib baginya untuk membayar sangsi dengan kafarat yakni memerdekakan hamba sahaya perempuan beriman, atau puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang miskin sebanyak satu mud. 

 

3. Kafarat pembunuhan 

Pembunuhan dalam hal ini yakni pembunuhan yang secara tidak sengaja dilakukan oleh seorang Muslim. Apabila seorang  Muslim telah melakukan pembunuhan secara tidak sengaja maka hukumnya adalah qisas atau diyat tunai yang ditanggung si pembunuh. Pada kasus pembunuhan tanpa sengaja maka kafaratnya adalah membayar diyat, ditambah memerdekakan seorang budak perempuan mukmin atau puasa dua bulan berturut-turut. 

 

4. Kafarat yamin 

Kafarat yamin merupakan kafarat yang diwajibkan bagi seorang muslim yang telah melanggar sumpah atau telah melakukan sumpah palsu. Kafarat yang ditunaikan yakni memberi makan 10 orang miskin, memberi mereka pakaian, memerdekakan budak, atau puasa tiga hari. Jenis kafarat tersebut pilihan yang bisa dilakukan sesuai kemampuan. 

 

5. Kafarat haji 

Kafarat haji yang berkaitan dengan munculnya kafarat berpuasa yaitu jika jamaah membunuh hewan buruan. Kafaratnya adalah bersedekah pada fakir miskin senilai hewan yang diburu atau berpuasa. Sementara itu, apabila jamaah tidak ihram dari iqat dan tidak kembali ke salah satu miqat, maka kafaratnya menyembelih seekor kambing, atau berpuasa 10 hari dengan rincian 3 hari puasa di masa haji dan 7 hari di luar masa haji. 

 

Tata cara puasa kafarat 

Puasa kafarat pelaksanaannya seperti halnya puasa dalam Islam pada umumnya. Seorang muslim bersahur lalu harus menahan makan, minum, dan berjima’ dari terbitnya fajar hingga petang tiba. Selain itu tidak diperkenankan melanggar apa pun yang dilarang saat berpuasa. Perbedaannya ada pada niat yang dimaksudkan untuk puasa kafarat. Niat boleh dalam hati saja. Namun apabila ingin dilafalkan bisa menggunakan niat berikut: 

نوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ لِكَفَارَةِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى 

“Nawaitu shouma ghadin likafarati fardlon lillahi ta’ala” Artinya: “Saya niat puasa esok untuk melaksanakan kifarat (sebut kifaratnya) fardhu karena Allah Ta’ala”.

Niat Puasa Nazar dan Tata Caranya yang Perlu Diketahui

Niat Puasa Nazar dan Tata Caranya yang Perlu Diketahui

Puasa nazar adalah puasa yang wajib untuk dilaksanakan bagi siapa saja yang telah bernazar untuk menunaikan puasa sesuai dengan apa yang mereka janjikan. Adapun niat dan tata cara untuk melaksanakan puasa nazar, simak ulasan berikut.

Islam juga membolehkan seseorang bernazar. Allah SWT pun memuji orang-orang yang menunaikan nazarnya. Allah SWT berfirman: “Dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS Al-Hajj: 29).

Dulu, Umar bin Khatab juga pernah diperintah untuk menunaikan nazarnya. Sekembalinya rombongan Rasulullah SAW dari Thaif dan sampai di Ji’ronah, Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah, “Yaa Rasulullah, sesungguhnya aku pernah bernazar pada masa jahiliyah untuk melakukan itikaf sehari di Masjidil Haram maka apa pendapatmu?” Rasulullah menjawab, “Pergilah kesana dan beri’tikaflah.”

Puasa Nazar adalah puasa yang wajib dilakukan oleh seseorang sesuai dengan yang dinazarkannya. Dalam sebuah hadis mengenai hal tersebut, Aisyah RA pernah menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

”Barang siapa yang bernazar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah ia mentaati-Nya dan barangsiapa yang bernazar untuk maksiat terhadap Allah, maka janganlah dia maksiat terhadap-Nya.” (HR Bukhari).

 

Niat Puasa Nazar dan Tata Caranya yang Perlu Diketahui

Niat Puasa Nazar

Berikut adalah bacaan niat puasa Nazar: “Nawaitu shauman Nadzri lillahi ta’ala.” Yang artinya: “Aku niat puasa nazar karena Allah Ta’ala.”

Karena dilakukan sama seperti melaksanakan puasa pada umumnya seperti waktu buka dan sahur, apa yang membatalkan dan yang tidak, apa yang harus dan haram dilakukan, dan sebagainya.

 

Tata Caranya Puasa Nazar

Puasa nazar sama saja dengan puasa pada umumnya yang  dimana bagi siapa saja yang sednag berpuasa wajib menahan diri dari berbagai macam hal yang dapat membatalkan puasa yang dimulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahar. Hal ini seperti yang Allah SWT sampaikan dalam Quran surat Al Baqarah ayat 188.

 

Ayat tersebut berbunyi:

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ

Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”

Begini Niat dan Tata Cara Membayar Zakat Fitrah Menurut Ajaran Islam

Begini Niat dan Tata Cara Membayar Zakat Fitrah Menurut Ajaran Islam

Sebentar lagi bulan ramadhan akan habis, yang artinya kita sudah harus dengan segera memikirkan zakat wajib yang harus dikeluarkan sebagai umat Muslim yang mampu. Nah bagaimana cara membayar zakat fitrah.? Simak ulasan berikut.

Hukum zakat ialah wajib. Hal ini sebagaimana Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadits berikut, yang artinya:

“Rasulullah telah mewajibkan mengeluarkan Zakat Fitrah (pada bulan Ramadhan kepada setiap manusia).” (HR. Bukhari – Muslim). Maka dari itu, sebagai umat muslim yang mampu, pastikan tidak lupa untuk membayar zakat.

 

Zakat Fitrah yang Harus Dibayarkan

Hadist Rasulullah SAW menyebutkan, “Barangsiapa yang menunaikan zakat fitri sebelum shalat Id maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat Id maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud).

Secara umum, zakat fitra dibayar dengan 2,5  kg atau setara dengan 3,5 liter makanan pokok. Di indonesia, zakat fitrah dibayar dengan beras, karena beras adalah makanan pokok di Indonesia. Namun apabila memberikan beras memberatkan pihak pemberi dikarenakan suatu hal, maka boleh menggantinya dengan uang yang setara dengan harga 2,5 Kg beras.

 

Niat Zakat Fitrah

Saat hendak membayar Zakat Fitrah, sebagai umat muslim dianjurkan untuk membaca doa atau niat zakat. Berikut ini ada 6 doa zakat fitrah yang wajib diamalkan oleh seorang muslim ketika hendak mengeluarkan zakat.

 

1. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an nafsi fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri fardhu karena Allah Taala.”

 

2. Niat Zakat Fitrah untuk Diri dan Keluarga

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻳَﻠْﺰَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri anni wa an jami’i ma yalzimuniy nafaqatuhum syar’an fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku fardhu karena Allah Taala.”

 

3. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺑِﻨْﺘِﻲْﻓَﺮْﺿًﺎ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an binti fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku ……(sebutkan nama), fardhu karena Allah Taala.”

 

4. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻱْﻓَﺮْﺿًﺎ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an waladi fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku ……(sebutkan nama), fardhu karena Allah Taala.”

 

5. Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ (..…) ﻓَﺮْﺿًﺎ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an (……) fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk……..(sebutkan nama spesifik), fardhu karena Allah Taala.”

 

6. Niat Zakat Fitrah untuk Istri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺯَﻭْﺟَﺘِﻲْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Nawaytu an ukhrija zakaata al-fitri ‘an zaujati fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku fardhu karena Allah Taala.”

 

Tata Cara Membayar Zakat Fitrah

Membayar zakat tentu tidak hanya sekedar memberikannya saja, melainkan da beberapa cara yang perlu anda perhatikan. Untuk lebih jelasnya, beriut kami merangkum beberapa cara untuk membayar zakat agar menjadi sah.

 

1. Perhatikan Makanan Sehari-hari

Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, zakat fitrah dibayar dengan menggunakan makanan pokok. Maka dari itu, saudara dapat memperhatikan terlebih dahulu apa makanan pokok di daerah saudara, apakah gandum, nasi atau yang lainnya. 

 

2. Orang yang Perlu Membayarkan Zakat

Orang yang perlu membayar zakat adalah diri sendiri. Namun jika memiliki tanggungan maka saudara perlu juga untuk membayarnya. Seseorang juga diperbolehkan untuk membayar zakat yang mengatas namakan orang tuanya.

 

3. Temukan Amil yang Tepercaya

Agar zakat fitrah dapat tersalurkan dengan baik kepada orang yang tepat, saudara perlu mencari Amil atau orang yang mengelola zakat yang dapat dipercaya. Untuk membayar zakat juga bisa dibayar melalui masjid atau secara online melalui situs yang terpercaya.

 

4. Niat Membayar Zakat

Ketika menunaikan atau membayar zakat, kita diwajibkan untuk membaca atau mengucap niat. Untuk niat menunaikan zakat sudah dibahas sebelumnya yang dapat saudara pilih berdasarkan zakat yang saudara bayarkan.

 

5. Waktu

Membayar zakat fitrah dianjurkan menjelang hari raya Idul Fitri namun tidak boleh melewati atau setelah Idul Fitri, sebab zakat yang dibayar setelah Idul Fitri hukumnya Makruh.

 

6. Berdoa Usai Membayar Zakat

Setelah menyerahkan zakat, tata cara membayar zakat fitrah selanjutnya adalah dengan berdoa kepada Allah SWT, yaitu:

“Rabbanaa taqabbal minna innaka antas samii’ul ‘aliim(u).”

Artinya: Ya Allah terimalah (amal ibadah) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

4 Ayat Alquran yang Menjadi Landasan Puasa Ramadan

4 Ayat Alquran yang Menjadi Landasan Puasa Ramadan

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang mulia bagi umat Muslim, pasalnya, bulan ramadhan merupakan bulan yang dimana kita dapat memperoleh pahala yang sangat banyak, sebab selama bulan suci ramadhan. Amal kebaikan akan diganjarkan dengan pahala yang berlipat ganda. 

Ketetapan di bulan Ramadan telah tertulis dalam kita suci Al Quran. Salah satu ibadah yang wajib dikerjakan bagi umat Islam mengandung banyak berkah dan ampunan bagi umat Islam yang menjalankannya.

 

4 Ayat Alquran yang Menjadi Landasan Puasa Ramadan

Di dalam surat Al Baqarah pada ayat 183, 184, 185, dan ayat 187 telah tercantum terkait kewajiban sebagai umat Muslim untuk menunaikan ibadah puasa. 

Al Baqarah: 183

Pada ayat 183 surah Al Baqarah, Allah SWT mewajibkan bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya untuk menjalankan puasa Ramadan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)

 

Al Baqarah: 184

Pada ayat 184 surah Al Baqarah, Allah SWT menjelaskan bagaimana kewajiban puasa Ramadan ini bisa ditangguhkan bagi orang yang sakit. Namun orang itu diwajibkan menggantinya di hari lain.

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 184)

 

Al Baqarah Ayat 185 dan 187

Pada ayat 185 surah Al Baqarah, Allah SWT menjelaskan bahwa pada bulan Ramadan, kitab suci Alquran diturunkan.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)

 

Pada ayat berikutnya, yaitu ayat 187 surah Al Baqarah, Allah SWT menjelaskan waktu yang tepat untuk berhubungan badan antara suami istri di bulan Ramadan.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187)