Jelaskan Kapan Qurban Menjadi Wajib?

Jelaskan Kapan Qurban Menjadi Wajib?

Di bulan Dzulhijjah, selain terdapat ibadah besar seperti haji dan Idul Adha, di bulan Dzulhijjah juga terdapat satu lagi ibadah sosial, yakni qurban.

Qurban hukumnya  sunnah muakkad  (sangat disarankan), bahkan hukumnya lebih utama dari sekedar sedekah biasa, anjuran ini oleh Imam Syafi’i kitab  al-Um. Bahkan beliau tidak mentolerir orang yang mampu melakukan qurban namun tidak kunjung melakukannya:

Dan karena pendapat imam Syafi’i:  Aku tidak mentolerir bagi orang yang mampu berqurban dan meninggalkannya. ( makruhnya meninggalkan ).

Hukum qurban akan menjadi wajib bila di  nadzari , yakni sebelumnya ia telah bernazar untuk berqurban, baik secara hakikat (mengucapkan kalimah nadzar atau mewajibkan diri sendiri).

 Misalnya dengan mengucapkan,“ Demi Allah saya berqurban dengan kambing ini” maka dengan kalimat tersebut kita mengubah hukum dari sunnah menjadi wajib dan aabila tidak dilaksanakan maka akan berdosa.

Selain nadzar, berqurban juga menjadi hal wajib ketika didahului oleh adanya  isyarah. Contohnya, kutipan seseorang (setelah membeli kambing), “ kambing ini qurban saya atau kambing ini aku sebagai qurban”, meskipun orang tersebut tidak menyadari bahwa kata-kata itu menjadikan qurban wajib.

Sehingga konsekuensinya menyembelih dan membagikan semua daging hewan tersebut adalah wajib.Orang yang wajib disembelih tersebut, dan orang yang qurban tadi, tidak diperbolehkan makan daging dari hewan yang diqurbankan.

 

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Syekh al-Bajuri:

Pernyataan, ” kambing ini aku harus qurban ” Jika dilakukan oleh orang ‘awam ditanya, “apa yang ingin kamu lakukan dengan kambingmu ini?”, kemudian mereka menjawab: “Kambing ini saya lihat qurban”.

Bila ia menjawab seperti itu, mkaa hukum qurbannya menjadi qurban wajib dan haram baginya untuk ikut memakan daging tersebut. Dan bila ia mengaku bahwa qurban yang menjadi hak untuk kesunnahan, maka pengakuan tersebut tidak akan diterima, tetapi menurut Imam Asy-Syibro Malisiy, hal ini diampuni (tidak qurban wajib) bagi orang ‘awam, akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh beberapa ulama.

 

Perbedaan Qurban Wajib dan Sunnah

Adapun beberapa hal yang membedakan Qurban wajib dan Qurban sunnah, salah satunya terletak pada hak mengkonsumsi daging  bagi mudhahhi (pelaksanaan kurban)

Dalam qurban sunnah, diperbolehkan bagi mudhahhi untuk memakannya, bahkan nazar sebagian kecil dagingnya dan memakan sendiri selebihnya. 

Adapun yang lebih utama adalah memakan beberapa suap saja untuk mengambil keberkahan dan menyedekahkan sisanya (lihat: Syekh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135). 

Sedangkan kurban wajib, mudlahhi haram memakannya, sedikit pun tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi secara pribadi. Keharaman memakan daging kurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudlahhi, seperti anak, istri, dan lain sebagainya.   Syekh Muhammad Nawawi bin Umar menegaskan:  

 ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما   

“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya”. (Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani, Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim, hal. 531).   

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *