Apa Pengertian Aqiqah dan Apa Hikmahnya Melaksanakan Aqiqah?

Apa Pengertian Aqiqah dan Apa Hikmahnya Melaksanakan Aqiqah?

Aqiqah merupakan sebuah proses menyembelih hewan ternak sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas lahirnya seorang anak. Kata aqiqah sendiri mengandung dua makna yaitu menyembelih hewan ternak dan memotong atau menggunting rambut. Sehingga Aqiqah dilakukan dengan cara menyembelih binatang ternak lalu dibagikan kepada kerabat dan tetangga.

Menurut istilah, aqiqah adalah proses pemotongan hewan ternak pada hari ketujuh setelah bayi dilahirkan. Penyembelihan hewan ternak saat aqiqah dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT. Hal ini juga dilakukan sebagai momen untuk berbagi kepada sesama dan mempererat tali persaudaraan.

 

Doa-doa Aqiqah

Dalam rangkaian melaksanakan aqiqah terdapat doa yang dapat diucapkan antara lain yaitu

  1. Doa Menyembelih Kambing/Domba Akikah Ketika akan menyembelih kambing yang akan digunakan sebagai akikah, dianjurkan membaca doa sebagai berikut:

 بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ [ اللهم مِنْكَ وَلَكَ ] اللهم تَقَبَّلْ مِنِّي هَذِهِ عَقِيْقَةُ 

Bacaan latinnya: “Bismillâhi wallâhu Akbar. Allahumma minka wa laka. Allahumma taqabbal minni. Hadzihi ‘aqiqatu … [menyebutkan nama bayi]” Artinya: “Dengan menyebut asma Allah. Allah Maha Besar. Ya Allah, dari dan untuk-Mu. Ya Allah, terimalah dari kami. Inilah akikahnya … [menyebutkan nama bayi]” 

 

  1. Doa Mencukur Bayi 

Kemudian, orang tua juga dianjurkan mencukur rambut bayi dengan membaca doa sebagai berikut:

 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَللهم نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَنُوْرُالشَّمْسِ وَالْقَمَرِ, اللهم سِرُّ اللهِ نُوْرُ النُّبُوَّةِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ 

Bacaan latinnya “Bismillâhirrahmânirrahîm. Alhamdulillâhirabbil ‘âlamîn. Allâhumma nûrus samâwâti wa nûrusy syamsyi wal qamari, allâhumma sirrullâhi nûrun nubuwwati rasulullâhi shallallâhu ‘alaihi wasallam walhamdulillâhi rabbil ‘âlamin.” Artinya: “Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Ya Allah, cahaya langit, matahari dan rembulan. Ya Allah, rahasia Allah, cahaya kenabian, Rasululullah SAW, dan segala puji Bagi Allah, Tuhan semesta alam.” Usai bayi dicukur, orang tua dapat meniup ubun-ubun bayi dengan membaca doa sebagai berikut:

 اللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ 

Bacaan latinnya “Allâhumma innî u’îdzuhâ bika wa dzurriyyatahâ minasy syaithânir rajîm” Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan untuk dia dan keluarganya dari setan yang terkutuk.” Hikmah Ibadah Akikah Setiap syariat yang ditetapkan Islam lazimnya memiliki hikmah-hikmah tertentu yang bermanfaat bagi umatnya. 

 

Hikmah Aqiqah

Selain menjalankan sunnah Rasulullah, terdapat banyak hikmah yang dapat dipetik dari melaksanakan Aqiqah salah satunya sebagai berikut.

Berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW, pelaksanaan akikah dapat membebaskan anak dari ketergadaian. 

Dari syariat Islam, ibadah akikah dapat melindungi anak dari setan. Dengan demikian, anak yang telah ditunaikan akikahnya akan memperoleh rida dan pertolongan Allah SWT. 

Akikah merupakan usaha orang tua untuk menghindarkan anak dari musibah, keburukan moral, penderitaan, dan lain sebagainya. 

Ibadah akikah merupakan bentuk taqarrub atau pendekatan diri kepada Allah SWT, sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia lahirnya anak dalam suatu keluarga. 

Akikah adalah sarana menunjukkan rasa syukur dalam melaksanakan syariat Islam. 

Memperkuat tali silaturahim di antara anggota masyarakat melalui santapan daging kambing atau domba yang halal.

Sebutkan 3 Hikmah Akikah Yang Kamu Ketahui?

Sebutkan 3 Hikmah Akikah Yang Kamu Ketahui?

Setiap bayi Muslim lahir, maka ada satu ajaran mulia yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, yaitu aqiqah.

Aqiqah, secara Bahasa artinya memotong (al-qat’u). Sedangkan secara istilah syar’i adalah memotong/menyembelih hewan (kambing) sebagai wujud rasa syukur atas karunia Allah atas lahirnya bayi.

 

Dasarnya antara lain adalah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّيكُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تَذْ بَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Artinya : “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (H.R. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘Anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi).

 

Tentang jumlah kambing aqiqah, disebutkan dalam hadits:

أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُمْ أَنْ يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan (umur dan besarnya) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan”. (H.R. Abu Dawud).

 

Hadits lain juga menyatakan :

وَزَنَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ شَعَرَ حَسَنٍ وَحُسَيْنٍ، فَتَصَدَّقَتْ بِزِنَتِهِ فِضَّة

Artinya: “Fatimah binti Rasulullah (setelah melahirkan Hasan dan Husain) mencukur rambut Hasan dan Husain, kemudian ia bershadaqah dengan perak seberat timbangan rambutnya”. (H.R. Malik dan Ahmad).

مَنْ اَحَبَّ مِنْكُمْ اَنْ يُنْسَكَ عَنِ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنِ الْغُلاَمِ شاَتَاَنِ مُكاَفأَ َتاَنِ وَعَنِ الْجاَ رِيَةِ شاَةٌ

Artinya: “Barang siapa diantara kamu ingin beribadah tentang anaknya, hendaklah dilakukan aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya dan untuk anak perempuan seekor kambing”. (H.R. Abu Dawud dan An-Nasa’i).

 

Pada hadits lain dikatakan :

أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَقَّ عَنْ اَلْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا

Artinya: “Nabi beraqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing seekor kambing kibas”. (H.R. Abu Dawud).

Jika kambing sudah tersedia, maka memotong hewan itu disunnahkan dengan membaca “bismillah” dan niat untuk aqiqah atas nama bayi yang dimaksud.

Adapun secara hukum, ada tiga pendapat di kalangan ulama dalam masalah status hukum aqiqah yaitu : wajib, sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dan sunnah. Menurut madzhab Syafi’i hukumnya adalah sunnah (mustahab) apabila mampu.

 

Makna Tergadaikan

Pada hadits disebutkan :

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّيكُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تَذْ بَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Artinya : “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (H.R. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘Anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi).

 

Makna ‘Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya

Pertama

syafaat yang diberikan anak kepada orang tua tergadaikan dengan aqiqahnya. Artinya, jika anak tersebut meninggal sebelum baligh dan belum diaqiqahi maka orang tua tidak mendapatkan syafaat anaknya di hari kiamat. Pendapat ini dari ulama tabi’in Atha al-Khurasani, dan Imam Ahmad.

 

Kedua

keselamatan anak dari setiap bahaya itu tergadaikan dengan aqiqahnya. Jika diberi aqiqah maka diharapkan anak akan mendapatkan keselamatan dari mara bahaya kehidupan. Atau orang tua tidak bisa secara sempurna mendapatkan kenikmatan dari keberadaan anaknya. Ini merupakan keterangan Mula Ali Qori, ulama madzhab hanafi).

 

Ketiga

 Allah jadikan aqiqah bagi bayi sebagai sarana untuk membebaskan bayi dari kekangan syaitan. Karena setiap bayi yang lahir akan diikuti syaitan dan dihalangi untuk melakukan usaha kebaikan bagi akhiratnya. Ini merupakan pendapat Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Beliau juga membantah pendapat yang mengatakan bahwa aqiqah menjadi syarat adanya syafaat anak bagi orang tuanya.

Intinya adalah bahwa aqiqah merupakan contoh sunnah Nabi yang untuk diikuti umatnya, dengan hikmah akan sebuah harapan agar Allah berkenan menjadikan anak melalui aqiqah tersebut sebagai wujud syukur atas kehadiran bayi serta sebagai sebab untuk melepaskan kekangan dari syaitan, sehingga mendapatkan keselamatan dan kesempurnaan kebaikan bayi.

Apa yang Harus Dilakukan Oleh Orang yang Berkurban?

Apa yang Harus Dilakukan Oleh Orang yang Berkurban?

Qurban merupakan salah satu bentuk ibadah umat Muslim yang hukumnya sunnah muakkad atau sunnah yang dianjurkan. Melaksanakan ibadah Qurban bukan hanya sekedar menyembelih hewan ternak saja, namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi setiap orang yang hendak melaksanakan Qurban.

 

Syarat Orang yang Ingin Kurban

Seperti ibadah lainnya, kurban pun juga memiliki syarat yang tengah diajarkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم. Adapun syarat-syarat orang yang ingin kurban yaitu:

  1. Seorang muslim atau muslimah
  2. Telah memasuki usia baligh 
  3. Mempunyai akal
  4. Memiliki kemampuan untuk berkurban

 

Sunnah Seorang Pekurban

Selain memenuhi syarat wajib dari orang yang hendak berkurban, ada pula beberapa sunnah yang dapat dilakukan untuk menambah pahala dan keberkahan dari Qurban salah satunya yaitu

 

Tidak Memotong Kuku dan Rambut Sampai Hewan Disembelih

Beberapa ulama berpendapat bahwa sebaiknya seorang pekurban tidak memotong kuku dan rambut sampai hewan kurbannya disembelih sebagaimana yang ditunjukkan pada hadis berikut:

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar Al Makki telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abdurrahman bin Humaid bin Abdurrahman bin ‘Auf bahwa dia mendengar Sa’id bin Musayyab menceritakan dari Ummu Salamah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika telah tiba sepuluh (dzulHijjah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun.” Dikatakan kepada Sufyan, “Sebagian orang tidak memarfu’kan (hadits ini)?” Sufyan menjawab, “Akan tetapi saya memarfu’kannya.”

 

Menyembelih Hewan Kurban Sendiri

Menyembelih hewan kurban sendiri tentu menjadi suatu tantangan besar. Namun, hal ini disunnahkan ketika kita adalah seorang shohibul qurban (orang yang berkurban).

Telah menceritakan kepada kami Hafs bin Umar telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al Aswad bin Qais dari Jundab ia pernah menyaksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di hari raya kurban (idul adha) mendirikan shalat, kemudian berkhutbah dan bersabda: “Barangsiapa menyembelih sebelum shalat, hendaklah ia menyembelih kembali dengan sembelihan lain sebagai gantinya, dan barangsiapa belum menyembelih, hendaklah menyembelih dengan menyebut nama Allah.” (Hadits Shahih Al-Bukhari No. 6851)

 

Membaca Basmalah Sebelum Menyembelih

Bagi orang yang ingin berkurban baik sendirian atau dengan bantuan penyembelih hewan kurban, kita diajarkan untuk membaca basmalah sebelum menyembelih kurbannya. Dengan menguatkan hadis sebelumnya, berikut salah satu hadis yang sunnah bagi orang yang akan memotong kurban,

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus 

(1) telah menceritakan kepada kami Zuhair (2) telah menceritakan kepada kami Al Aswad bin Qais (3). (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya (4) telah mengabarkan kepada kami Abu Khaitsamah(5) dari Al Aswad bin Qais (3) telah menceritakan kepadaku Jundab bin Sufyan (7) dia berkata, “Saya pernah ikut hadir shalat Idul Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak lama setelah selesai shalat, beliau melihat daging kurban yang telah disembelih, maka beliau bersabda: “Siapa yang menyembelih hewan kurban sebelum shalat, hendaknya ia mengulanginya sebagai gantinya. Dan siapa yang belum menyembelih hendaknya menyembelih dengan menyebut nama Allah.” (Hadits Shahih Muslim No. 3621)

Apakah Boleh Berkurban Untuk Orang Tua?

Apakah Boleh Berkurban Untuk Orang Tua?

Berkurban mengatasnamakan orang lain atau orang tua dalam Islam boleh boleh saja, sebagaimana telah diriwayatkan dalam riwayat hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah SAW berkata: 

ضحَّى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ بكبشَيْنِ أقرنيْنِ أملحيْنِ أحدِهما عنهُ وعن أهلِ بيتِه والآخرِ عنهُ وعمَّن لم يُضَحِّ من أمَّتِه 

“Rasulullah berkurban dua ekor domba gemuk yang bertanduk, satu untuk diri beliau dan satunya lagi untuk keluarganya lalu yang lain untuk orang-orang yang tidak berqurban dari umatnya” (HR. Ibnu Majah no.3122)

Berdasarkan hadis di atas menerangkan bahwasanya berkurban atas nama orang tua itu diperbolehkan. Selain itu, ketentuannya telah mendapat izin dari pihak (orang tua) yang akan diatasnamakan qurban sebagaimana riwayat Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam kitabnya Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu 

قال الشافعية: لا يضحي عن الغير بغير إذنه 

“Ulama Syafi’iyah berkata; Larangan boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizin dari orang tersebut.”

Berdasarkan kaidah kedua ulama besar tersebut dapat menjadi rujukan bagi shohibul qurban yang ingin berkurban atas nama orang tua, apabila hendak ingin berkurban atas nama orang tua, haruslah menyampaikan niat baiknya. Selain itu berkurban untuk orang tua sebagai wujud bakti dan balas budi. 

 

Berkurban dengan Atas Nama Orang Tua yang Sudah Meninggal

Ulama Hanafi dan Hambali menjelaskan bahwasanya niat qurban atas nama orang tua atau keluarga yang sudah meninggal tetap diperbolehkan dan akan tetap sah, terlebih pahala dari kurban tersampaikan kepada almarhum atau almarhumah. Sebagaimana riwayat hadits yang menjelaskan bahwa :

 “Apabila seseorang berkurban seekor kambing atau domba dengan niat untuk dirinya maupun untuk keluarganya, maka telah cukup untuk orang yang dia niatkan dari  keluarganya, baik yang masih hidup atau pun yang sudah mati” (Hukum Udhiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)

 

Adakah Niat Khusus Berkurban Atas Nama Orang Tua?

Berkurban ialah wujud kecintaan dan ketaqwaan ibadah kepada Allah SWT, sekaligus sebagai amalan istimewa berkaitan dengan kepedulian sesama antar kehidupan sosial, khususnya kepada kaum dhuafa. 

Sebagaimana untuk memenuhi rukun berkurban niat menjadi penting untuk dihafalkan sebelum hewan kurban akan disembelih. Adakah yang berbeda dengan lafadz niat pada umumnya jika di peruntukan kurban atas nama orang tua?

Niat bertempat di dalam hati setiap insan, jika seseorang ingin menghendaki niat untuk orang lain atau orang tua, cukup lantunkan dengan lirih dalam hati, terpenting saat penyembelihan harus melafadzkan, 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 

اَللهُ أَكْبَرُ، هَذَا مِنْكَ وَإِلَيْكَ

Bismillahirrahmanirrahim. Allahu Akbaru Hadza Minka wa Ilayka

“Dengan menyebut nama Allah Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang, dan Allah Maha Besar, udhiyyah (pengkurban) ini dari-Mu dan kembali kepada-Mu.” (HR Al-Bukhari Muslim)

Ibadah kurban membawa amal pahala yang berlimpah ruah, berbeda dengan amal ibadah sedekah biasanya dimana ganjaran bersedekah melalui kurban membawa amal kebaikan lebih berlipat. Sehingga, motivasi ini sebagai dorongan kaum muslimin untuk menyegerakan berkurban, baik kepada dirinya sendiri atau atas nama orang tua. 

Apa Nama Lain Dari Qurban?

Apa Nama Lain Dari Qurban?

Kurban (bahasa Arab: قربن, translit. Qurban‎) yang berarti dekat atau mendekatkan atau disebut juga Udhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sementara itu, ibadah kurban adalah salah satu ibadah pemeluk agama Islam, dengan melakukan penyembelihan hewan ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan Zulhijah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (Idul Adha), serta 11, 12, dan 13 (hari Tasyrik).

Hukum Qurban

Tentang hukumnya, terdapat dalil hadits tentang hukum qurban. Diriwayatkan dalam Hadits Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: “Saya diperintah untuk menyembelih qurban dan qurban itu sunnah bagi kamu.”

Dilansir dalam buku ‘Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syaafi’iy’ oleh Muhammad Ajib, Lc., MA, ada beberapa dalil pensyariatan qurban, di antaranya sebagai berikut:

Dalil yang pertama adalah hadits riwayat Imam Muslim tentang hewan qurban. Rasulullah Saw menyembelih 2 ekor kambing kibash yang bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di atas pangkal lehernya.

Dalil yang kedua tentang hukum qurban. Ini adalah hadits shahih riwayat Imam Ahmad dan Imam al-Hakim yang berbunyi sebagai berikut:

“Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu’ (sunnah), yaitu sholat witir, menyembelih udhiyah dan sholat dhuha.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).

Dalil yang kedua adalah hadits shahih riwayat Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Imam al-Hakim yang berbunyi sebagai berikut:

Dari Abi hurairah ra: Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).

 

Tempat Kurban

Menurut para ulama, tempat terbaik untuk menyembuh hewan kurban adalah tempat tempat dilakukannya shalat Idul Adha, baik berupa masjid, mushalla atau lapangan terbuka. Karena itu, jika shalat Idul Adha dilakukan di masjid, maka lebih utama menyembelih hewan kurban di halaman masjid tersebut. Jika shalat Idul Adha dilakukan di mushalla, maka lebih utama menyembelih di halaman mushola tersebut, dan jika shalat Idul Adha dilakukan di lapangan terbuka, maka lebih baik menyembelih di lapangan terbuka tersebut.

Hal ini karena Nabi Saw menyembelih hewan kurban di tempat dilakukannya shalat Idul Adha. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis yang bersumber dari Abdullah Ibnu Umar, dia berkata;

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْبَحُ وَيَنْحَرُ بِالْمُصَلىَّ

Rasulullah Saw menyembelih hewan kurban di mushalla (tempat dilaksanakannya shalat Idul Adha) (HR Bukhari).

Berdasarkan hadis ini, ulama Malikiyah menganjurkan agar penyembelihan hewan kurban dilakukan di tempat dilaksanakannya shalat Idul Adha. Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut;

ويكره للامام عدم ابراز الضحية للمصلى ولغيره يندب لان النبي كان صلى الله عليه وسلم يذبح وينحر بالمصلى وهو مكان صلاة العيد

Dimakruhkan bagi imam tidak menampakkan hewan kurban di ‘mushalla’, dan bagi selain imam dianjurkan menampakkan hewan kurban di ‘mushalla’. Hal ini karena Nabi Saw menyembelih hewan kurban di mushalla, yaitu tempat dilaksanakannya shalat Idul Adha. Musholla yang dimaksud disini bukanlah musholla tempat sholat selain masjid Jami. Tapi mushalla yang dimaksud terkait Idul Adha adalah lapangan.

Hari Tasyrik Itu Ada Berapa?

Hari Tasyrik Itu Ada Berapa?

Ketika merayakan hari raya Idul Adha, istilah hari  Tasyrik kerap kali terdengar. Lantas apa itu hari Tasyrik.? Dan ada berapa hari Tasyrik di bulan Dzulhijjah.?

Di dalam buku bertajuk Dahsyatnya Puasa Wajib dan sunnah Rekomendasi Rasulullah karya Amirulloh Syarbini dan Sumantri Jamhari, hari tasyrik adalah hari untuk makan, minum, dan mengingat Allah. Hari tasyrik tersebut jatuh setiap tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah atau tepatnya tiga hari setelah Idul Adha. Tidak heran bila hari tasyrik selalu disebut-sebut dalam momen Hari Raya Idul Adha.

Pada hari Tasyrik pada hari Tasyrik juga kerap kali disebut dengan hari makan dan minum sebab di hari tersebut merupakan hari dimana umat Muslim melaksanakan perayaan Qurban. Sehingga bagi siapa saja yang tidak sempat melaksanakan Kurban pada 10 Dzulhijah atau bersamaan dengan hari raya Idul Adha, maka boleh untuk melaksanakannya pada hari Tasyrik atau tiga hari setelah Idul Adha.

Sebagaimana dengan definisi yang sudah disebutkan sebelumnya, Rasulullah Muhammad SAW melarang umatnya untuk berpuasa pada hari-hari tasyrik. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Nabisyah Al Hadzali, Rasulullah bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ

Artinya: “Hari-hari tasyrik adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah,” (HR. Muslim).

Hari tasyrik juga disebut sebagai hari-hari penyempurna yang bersamaan dengan persyariatan takbir setelah sholat dan persyariatan kurban. Hal ini disebutkan dalam buku 5 Amalan Penyuci Hati karya Ali Akbar bin Aqil dan Abdullah.

 

Dalil Hari Tasyrik

Dalil lainnya dari Amr ibn ‘Ash, ia meriwayatkan, “Bahwa hari-hari tasyrik merupakan hari ketika Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berbuka dan melarang kita untuk puasa,”

Diceritakan pula dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Hudzafah untuk berkeliling Mina dan menyeru:

لَا تَصُومُوا هَذِهِ الْأَيَّامَ، فَإِنَّهَا أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ، وَذِكْرِ اللَّهِ، عز وجل

Artinya: “Janganlah kalian puasa pada hari-hari ini (hari tasyrik) karena hari-hari itu merupakan hari-hari untuk makan, minum, dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla,” (HR. Ahmad)

 

Meskipun terdapat larangan untuk berpuasa, Rasulullah membolehkan untuk melakukan penyembelihan hewan kurban pada hari tasyrik. Hal ini sesuai dengan hadits dari Jubair bin Muth’im RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ كُلُّهَا ذَبْحٌ

“Di setiap hari tasyrik adalah penyembelihan,” (HR. Ahmad, dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’).

Artinya, menyembelih hewan kurban pada hari tasyrik dinilai sebagai ibadah kurban (udhiyyah) atau sama seperti menyembelih pada Hari Raya Idul Adha. Sebagian dagingnya boleh dimakan dan disimpan, sebagian lainnya harus dibagikan kepada orang lain.

 

Amalan Hari Tasyrik

Untuk menambah amal shaleh di hari Tasyrik terdapat beberapa amalan ibadah yang dianjurkan salah satunya adalah

Berzikir dengan bertakbir setelah shalat wajib

Memperbanyak doa sapu jagat

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Bacaan latin: Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar

Artinya: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

Berapa Hari Sebelum Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Berapa Hari Sebelum Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Potong rambut dan kuku bagi orang yang hendak melaksanakan Qurban memang menjadi suatu hal yang dilarang. Hal trsebut telah dijelaskan pada Hadits riwayat Ummu Salamah. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang dimaksud adalah:

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

Pada hadis tersebut telah dijelaskan bahwa larangan memotong kuku dan rambut berlaku ketika memasuki hari pertama bulan dzulhijjah hingga hari ke 10 atau hari yang menjadi selesainya ibadah qurban ditunaikan. Namun dalam hal ini terdapat dua pendapat yang berbeda, ada yang berpendapat bahwa larangan tersebut berlaku untuk hewan yang akan dikurbankan namun ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut berlaku untuk orang yang hendak berkurban.

 

Imam Malik dan Syafi’I

Namun dalam hal ini terdapat dua pendapat yang berbeda yang dimana menurut Imam Malik dan Syafi’I, larangan ini berlaku untuk hewan yang hendak dikurbankan “ Jika dia memotong kuku atau rambutnya sebelum hewan kurban disembelih, maka hukumnya makruh”.

Sedangkan Abu Hanifah mempunyai pendapat yang berbeda. Menurutnya, memotong kuku dan rambut itu hanya mubah (boleh), jika dipotong tidak makruh, dan kalau tidak dipotong tidak sunnah. Sementara Imam Ahmad mengharamkan potong kuku dan potong rambut bagi orang yang berkurban. tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.

Dalam kitab Al Majmu’, Imam An-Nawawi berpendapat, hikmah dari kesunahan ini adalah supaya seluruh anggota tubuh diselamatkan dari siksa api neraka di akhirat kelak ada pula yang berpendapat kuku dan rambut akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

Dari beberapa pendapat juga menjelaskan bahwa hal tersebut berlaku untuk hewan yang akan dikurbankan dan ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut diperuntukkan bagi orang yang hendak melaksanakan Qurban. untuk lebih jelasnya, simak penjelasan berikut.

 

Ibnul Malak 

“Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan”

Namun, almarhum Kiai Ali Mustafa Yaqub yang pernah menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal menguatkan pendapat gharib tersebut. Kiai Ali-melalui kitab At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin- mengatakan, hadits tersebut perlu dibandingkan dengan hadits yang lain.

 

Kuku dan rambut hewan kurban akan jadi saksi di akhirat kelak

Ada istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits) dalam turuqu fahmil hadits (disiplin pemahaman hadits). Hal itu dipakai untuk menelusuri maksud sebuah hadits. Kadang kala dalam satu hadits tidak disebutkan tujuan hukumnya. Makanya, hadits itu perlu dikomparasikan dengan hadits yang lain. Yang lebih lengkap.

Sama saat memahami hadits yang diriwayatkan Ummu Salamah. Menurut Kiai Ali, hadits Ummu Salamah perlu dikomparasikan dengan hadits Aisyah yang berbunyi:

“Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban.  Karena ia  akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya,  pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban” (HR Ibnu Majah)

Selain itu, hadits Ummu Salamah juga dikomparasikan dengan hadits riwayat al-Tirmidzi yang berbunyi:

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan” (HR At-Tirmidzi).

Setelah mengkomparasikan dengan dua hadits tersebut, almarhum Kiai Ali menyimpulkan bahwa Nabi melarang memotong rambut dan kuku hewan kurban, bukan orang yang berkurban. Sebab, kuku dan rambut hewan kurban itu akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

Kenapa Orang yang Berkurban Tidak Boleh Memotong Rambut dan Kuku?

Kenapa Orang yang Berkurban Tidak Boleh Memotong Rambut dan Kuku?

Memotong kuku dan rambut bagi orang  yang hendak berqurban memang kerap kali menjadi perbincangan di sebagian kalangan orang yang  hendak berkurban. Larangan memotong  kuku dan rambut bagi orang yang hendak melaksanakan Qurban berlaku sejak sepuluh hari pertama Zulhijjah. Hal ini telah disampaikan pada Hadits riwayat Ummu Salamah. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang dimaksud adalah:

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

Larangan memotong kuku ini sebenarnya terdapat beberapa perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa supaya seluruh anggota tubuh diselamatkan dari siksa api neraka di akhirat kelak, 

 

Orang yang berkurban tidak boleh memotong kuku dan rambut 

Menurut Imam Malik dan Syafi’i, orang yang berkurban disunahkan tidak memotong rambut dan kuku sampai selesai penyembelihan. Jika dia memotong kuku atau rambutnya sebelum hewan kurban disembelih, maka hukumnya makruh.

Sedangkan Abu Hanifah mempunyai pendapat yang berbeda. Menurutnya, memotong kuku dan rambut itu hanya mubah (boleh), jika dipotong tidak makruh, dan kalau tidak dipotong tidak sunnah. Sementara Imam Ahmad mengharamkan potong kuku dan potong rambut bagi orang yang berkurban. tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.

Dalam kitab Al Majmu’, Imam An-Nawawi berpendapat, hikmah dari kesunahan ini adalah supaya seluruh anggota tubuh diselamatkan dari siksa api neraka di akhirat kelak ada pula yang berpendapat kuku dan rambut akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

Dari beberapa pendapat juga menjelaskan bahwa hal tersebut berlaku untuk hewan yang akan dikurbankan dan ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut diperuntukkan bagi orang yang hendak melaksanakan Qurban. untuk lebih jelasnya, simak penjelasan berikut.

 

Potong Kuku dan Rambut Untuk Hewan Ternak

“Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan”

Namun, almarhum Kiai Ali Mustafa Yaqub yang pernah menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal menguatkan pendapat gharib tersebut. Kiai Ali-melalui kitab At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin- mengatakan, hadits tersebut perlu dibandingkan dengan hadits yang lain.

 

Kuku dan rambut hewan kurban akan jadi saksi di akhirat kelak

Ada istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits) dalam turuqu fahmil hadits (disiplin pemahaman hadits). Hal itu dipakai untuk menelusuri maksud sebuah hadits. Kadang kala dalam satu hadits tidak disebutkan tujuan hukumnya. Makanya, hadits itu perlu dikomparasikan dengan hadits yang lain. Yang lebih lengkap.

Sama saat memahami hadits yang diriwayatkan Ummu Salamah. Menurut Kiai Ali, hadits Ummu Salamah perlu dikomparasikan dengan hadits Aisyah yang berbunyi:

“Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban.  Karena ia  akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya,  pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban” (HR Ibnu Majah)

Selain itu, hadits Ummu Salamah juga dikomparasikan dengan hadits riwayat al-Tirmidzi yang berbunyi:

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan” (HR At-Tirmidzi).

Setelah mengomparasikan dengan dua hadits tersebut, almarhum Kiai Ali menyimpulkan bahwa Nabi melarang memotong rambut dan kuku hewan kurban, bukan orang yang berkurban. Sebab, kuku dan rambut hewan kurban itu akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

Apakah Pengertian Qurban Menurut Bahasa Dan Syariah?

Apakah Pengertian Qurban Menurut Bahasa Dan Syariah?

Kurban yang berarti dekat atau mendekatkan atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sementara itu, ibadah kurban adalah salah satu ibadah pemeluk agama Islam, dengan melakukan penyembelihan hewan ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan Dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (Idul Adha), serta 11, 12, dan 13 (hari Tasyrik).

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata kurban bermakna persembahan kepada Allah, seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari lebaran haji.

Perintah berkurban ini sudah diterangkan dalam salah satu firman Allah melalui surat Al Hajj ayat 34 yang berbunyi,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

Artinya: “Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”

Berdasarkan ayat di atas, kurban dianjurkan bagi tiap muslim yang mampu. Melalui kurban juga bisa meningkatkan pengorbanan untuk kepentingan agama Allah dan menenangkan jiwa sebagaimana dalam sebuah hadits disebutkan berikut,

ا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: “Tidak ada amalan yang diperbuat manusia pada Hari Raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku-kukunya. Sesungguhnya sebelum darah qurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Maka tenangkan lah jiwa dengan berqurban.” (HR Tirmidzi).

 

Syarat Untuk Berkurban

Adapun sejumlah syarat bagi orang yang akanmelaksanakan qurban. berikut beberapa syarat untuk berkurban.

1. Muslim

Salah satu cara untuk mendekatkan diri pada Allah Swt adalah dengan berkurban. Oleh sebab itu, hanya orang muslim yang wajib untuk berkurban, sedangkan orang non-muslim tidak memiliki kewajiban untuk berkurban.

 

2. Mampu

Perintah berkurban lebih dianjurkan pada umat muslim yang memiliki finansial atau mampu untuk membeli hewan kurban. Seseorang dianggap mampu untuk berkurban ketika dirinya telah menyelesaikan kewajiban nafkah terhadap keluarganya.

 

3. Baligh dan Berakal

Ibadah kurban yang paling utama yaitu bagi orang dewasa atau seseorang yang telah baligh dan berakal sehat.

 

Syarat Hewan yang akan Dikurbankan

Tidak semua jenis hewan dapat dikurbankan oleh orang muslim. Ada beberapa kriteria hewan yang diperbolehkan untuk dijadikan sebagai hewan Qurban. berikut beberapa syaratnya

Hewan untuk kurban harus memenuhi persyaratan yaitu:

Merupakan hewan ternak, yaitu sapi, unta, kambing, atau domba.

Hewan sudah cukup umur (kambing sudah berumur 1 tahun atau lebih, sapi minimal berumur 2 tahun, dan unta minimal berumur 5 tahun).

Kondisi fisik hewan sedang dalam masa prima, sehat, gemuk, tidak cacat, tidak pincang, dan tidak buta.

Apa Saja yang Menjadi Keutamaan dan Pahala Berqurban?

Apa Saja yang Menjadi Keutamaan dan Pahala Berqurban?

Qurban merupakan sebuah ibadah yang dianjurkan untuk dilaksanakan ketika bulan Dzulhijah. Pelaksanaan Qurban sendiri biasanya akan dilakukan setiap tanggal 10 Dzulhijjah, selepas shalat Idul Adha.

Namun pelaksanaan Qurban juga bisa dilakukan pada hari 11, 12, dan 13 pada bulan dzulhijjah. Apabila melewati hari tersebut, maka Qurban yang dilakukan akan menjadi sedekah, sehingga keutamaan yang akan diperoleh merupakan keutamaan sedekah.

 

Apa Saja Keutamaan dan Pahala Berqurban

Pada dasarnya Kurban merupakan ibadah yang hukumnya sunnah muakkad atau sunnah yang  dianjurkan. Hal tersebut juga telah disampaikan oleh Baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah (3123), Ahmad (2/321), al-Hakim (4/349), ad-Daruquthni (4/285), al-Baihaqi (9/260).

Dalam hadis tersebut seakan akan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallamnegaskan bagi setiap umat Muslim yang telah mampu harus melaksankan Qurban.

 

Keutamaan Qurban

Ada banyak keutamana dari melaksanakan Qurban seperti yang telah dijelaskan pada sejumlah dahlil berikut ini.

 

1. Dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah

Sebagai salah satu ibadah yang memiliki sejarah panjang, Allah SWT senantiasa memberikan arahan kepada seluruh umatnya untuk melakukan ibadah kurban. Hal ini terdapat dalam firman-Nya yang tertuang pada Quran Surat Al Kautsar ayat 2:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Fa ṣalli lirabbika wan-ḥar

Artinya:

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurban lah.

 

2. Penyembelihan hewan kurban disyariatkan agar umat muslim bersyukur atas hewan ternak yang diberikan oleh Allah SWT

Penyembelihan hewan kurban telah disyariatkan oleh Allah SWT dalam firmannya yang berbunyi:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ فَلَهُۥٓ أَسْلِمُوا۟ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُخْبِتِينَ

Wa likulli ummatin ja’alnā mansakal liyażkurusmallāhi ‘alā mā razaqahum mim bahīmatil-an’ām, fa ilāhukum ilāhuw wāḥidun fa lahū aslimụ, wa basysyiril-mukhbitīn

 

Artinya:

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (Quran Surat Al-Hajj Ayat 34)

 

3. Hiasilah dirimu dengan ibadah kurban

Keutamaan berkurban disebutkan dalam hadis riwayat Imam at-Tirmidzi dan imam Ibnu Majah dari Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan pahala kurban yang menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah. Maka hiasilah dirimu dengan ibadah kurban.” (HR.Al-Hakim, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi).