Apakah Qurban Sama dengan Sedekah?

Apakah Qurban Sama dengan Sedekah?

Secara umum, sedekah dan Qurban memiliki kesamaan yang dimana sama sama memberi. Sedekah biasanya berupa bantuan yang diberikan kepada seseorang bisa dalam bentuk uang, makanan dan lain sebagainya. Sedangkan Kurban merupakan ibadah yang dilaksanakan dengan cara menyembelih hewan yang kemudian dagingnya akan dibagikan secara gratis.

Meskipun keduanya sama sama memberi secara gratis, namun antara Qurban dan sedekah berbeda. Sedekah merupakan amal perbuatan baik yang boleh dilakukan oleh siapapun dan kapanpun. Sedangkan Qurban merupakan sebuah ibadah yang dianjurkan dalam Islam dan tidak dapat dilakukan kapanpun.

Qurban sendiri dapat dikatakan sah sebagai ibadah Qurban apabila dilakukan pada hari ke sepuluh bulan dzulhijah dan 3 hari hari setelahnya.

 

Lebih Utama Sedekah atau Qurban?

Para ulama di antaranya adalah Imam Ahmad menyatakan bahwa menyembelih kurban lebih utama daripada menyedekahkan harganya.

 

Ibnul Qayyim berkata,

“Menyembelih pada waktunya lebih utama daripada sedekah dengan harganya, bahkan dengan jumlah sedekah yang lebih besar daripada harga kurban, karena penyembelihan dan mengalirkan darah itu sendiri menjadi sasaran, ia adalah ibadah yang disandarkan dengan shalat.”

 

Allah  ta’ala berfirman, artinya,

“Maka shalatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah.”  (QS. Al-Kautsar: 2)

Dan Allah  ta’ala  berfirman, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, penyembelihaku, mustahil dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”  (QS. Al-An’am: 162).

 

Mengapa Kurban Lebih Utama?

Di antara ini adalah :

 

  1. Kurban adalah ibadah khusus yang diperintahkan pada waktu yang khusus pula, sementara itu ibadah umum yang tidak berpatok dengan waktu, bila sebuah ibadah telah ditentukan pada waktu tertentu, maka ia merupakan ibadah paling utama pada waktunya, bukan ibadah umum.

Ibadah yang sempit/terbatas (Mudhoyyaq), tentu lebih layak kita prioritaskan. Berkurban misalnya, sangat terbatas. Hanya di 10 Dzulhijjah saja. Hanya sekali dalam satu tahun. Maka ibadah ini lebih layak kita utamakan. Adapun menyantuni orang-orang yang membutuhkan, selang waktunya (Muwassa’), bisa dilakukan di luar 10 Dzulhijjah, kapan saja bisa.

 

  1. kurban adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  dan amal kaum muslimin, sedekah harga lebih utama, pasti Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam  Bahwa akan meninggalkan qurban dan menggantinya dengan sedekah, mungkin Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam  melakukan amalan yang utama dengan amalan lain selama sepuluh tahun di Madinah sampai wafat.

 

  1. Suatu kali kaum muslimin di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  tertimpa paceklik, saat itu waktu qurban tiba, namun Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam  tidak memerintahkan kaum muslimin untuk bersedekah dengan harga qurban, sebaliknya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  memerintahkan kaum muslimin untuk memerintahkan menyembelih dan membagikan dagingnya kepada kaum muslimin.

Saat Musim Paceklik, Saat Itu Rasul Lebih Mengutamakan Kurban Dibanding Sedekah Saat Idul Adha

Dalam  ash-Shahihain  dari Salamah bin al-Akwa’ berkata, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,

“Siapa yang menyembelih kurban di antara kalian, maka malam tidak menyimpannya lebih dari tiga.”  Di tahun berikutnya orang-orang berkata kepada Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam , “Ya Rasulullah, apakah tahun ini kami harus melakukan apa yang kami lakukan tahun lalu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,  “Makanlah, berilah makan dan simpanlah, karena tahun lalu orang-orang dalam keadaan sulit, sehingga aku ingin kalian membantu.”

Dalam Shahih al-Bukhari Aisyah ditanya,

“Apakah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam  melarang makan daging kurban lebih dari tiga hari?” Dia menjawab,  “Beliau tidak melakukannya kecuali di tahun di mana masyarakat sedang paceklik, beliau ingin orang kaya memberi makan orang miskin.”

Apa Hukumnya Bagi Orang Yang Mampu Tetapi Tidak Mau Berkurban?

Apa Hukumnya Bagi Orang Yang Mampu Tetapi Tidak Mau Berkurban?

Dalam Islam hukum Sunnah adalah hukum yang dianjurkan. Jika melaksanakannya maka akan mendapatkan pahala sebagaimana yang menjadi keutamaannya. Sedangkan apabila tidak maka tidak akan berdosa. Namun berbeda dengan Qurban yang dimana Qurban adalah ibadah yang hukumnya sunnah muakkad atau sunnah yang dianjurkan.

Meskipun hukum Qurban masih Sunnah namun Baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah (3123), Ahmad (2/321), al-Hakim (4/349), ad-Daruquthni (4/285), al-Baihaqi (9/260).

Dar hadis tersebut seakan beliau mengancam bagi yang mampu namun tidak mau melaksanakan Qurban.

Bunyi hadis tersebut seakan mengancam dengan tegas bahwa bagi orang  orang yang sudah mampu secara finansial namun dengan sengaja untuk tidak melaksanakan nya.

Berdasarkan hadis tersebut ada 2 pendapat yang diutarakan oleh sebagian ulama yakni yang pertama bahwa bagi yang sengaja tidak melakukan ibadah qurban namun mampu maka ia dilarang untuk mendatangi shalat Idul Adha. Sementara pendapat lainnya mengatakan bahwa hadits tersebut menunjukkan yang tidak mau ber qurban namun ia mampu maka akan berdosa.

 

Perintah Qurban dalam Al Quran

Dalam surah Al-Kautsar ayat kedua Allah SWT berfirman:

Artinya: Maka shalatlah kamu untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan kurban (QS. Al Kautsar: 2)`

Dari firman Allah tersebut, kata wanhar merupakan fi’il amar yang bersifat perintah yang memiliki konsekuensi hukum wajib atau minimal sunat. Meskipun status wajibnya qurban bagi yang berkemampuan masih bersifat khilafiyah (ada yang mewajibkan bagi yang mampu, ada yang menyatakan sunnah mu’akkadah), banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan kurban lebih utama dibandingkan sedekah meskipun nilai uang yang dikeluarkan dalam shadaqah sama dengan nilai uang yang dikeluarkan untuk ibadah kurban.

Terkait khilafiyah hukum berkurban bagi yang mampu, berkurban hukumnya Sunnah Muakkad. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari Radhiyallahu Anhu yang mengatakan:

“Sesungguhnya aku sedang tidak akan berkurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira kurban adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih). Sedangkan Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan “pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi, hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu.”

 

Meskipun demikian, dalam kaidah ushul fiqh dikenal sebuah kaidah yang berbunyi:

” Dianjurkan untuk keluar dari perkara yang diperselisihkan “

Lantas bagaimana cara kita untuk keluar dari perkara-perkara yang bersifat khilafiyah? Seperti halnya dalam batasan-batasan wudhu (sampai siku pada tangan, sampai mata kaki pada kaki). Terdapat khilafiyah tentang wajib tidaknya siku atau mata kaki untuk dibasuh karena merupakan batas. Ada yang menganalogikan dengan “menyapu lantai sampai batasan dinding” maka dinding tidak perlu untuk disapu. Ada juga yang menganalogikan dengan batasan kota, seseorang belum bisa dikatakan masuk di suatu kota ketika berdiri tepat di perbatasan, karena bisa saja dikatakan masih berada di kota sebelumnya. Maka untuk keluar dari khilafiyah ini, sebaiknya kita menyertakan membasuh siku dan mata kaki, meskipun ada yang mewajibkan ada juga yang tidak.

Demikian juga dalam hal berkurban, ketika berkemampuan secara finansial, maka sangat utama bagi kita untuk berkurban, terlepas dari khilafiyah yang menghukumi wajib atau hanya sunnah mu’akkadah.

Wal Afwu Minkum, Wallahu a’lam bi ash-showab

Jelaskan Kapan Qurban Menjadi Wajib?

Jelaskan Kapan Qurban Menjadi Wajib?

Di bulan Dzulhijjah, selain terdapat ibadah besar seperti haji dan Idul Adha, di bulan Dzulhijjah juga terdapat satu lagi ibadah sosial, yakni qurban.

Qurban hukumnya  sunnah muakkad  (sangat disarankan), bahkan hukumnya lebih utama dari sekedar sedekah biasa, anjuran ini oleh Imam Syafi’i kitab  al-Um. Bahkan beliau tidak mentolerir orang yang mampu melakukan qurban namun tidak kunjung melakukannya:

Dan karena pendapat imam Syafi’i:  Aku tidak mentolerir bagi orang yang mampu berqurban dan meninggalkannya. ( makruhnya meninggalkan ).

Hukum qurban akan menjadi wajib bila di  nadzari , yakni sebelumnya ia telah bernazar untuk berqurban, baik secara hakikat (mengucapkan kalimah nadzar atau mewajibkan diri sendiri).

 Misalnya dengan mengucapkan,“ Demi Allah saya berqurban dengan kambing ini” maka dengan kalimat tersebut kita mengubah hukum dari sunnah menjadi wajib dan aabila tidak dilaksanakan maka akan berdosa.

Selain nadzar, berqurban juga menjadi hal wajib ketika didahului oleh adanya  isyarah. Contohnya, kutipan seseorang (setelah membeli kambing), “ kambing ini qurban saya atau kambing ini aku sebagai qurban”, meskipun orang tersebut tidak menyadari bahwa kata-kata itu menjadikan qurban wajib.

Sehingga konsekuensinya menyembelih dan membagikan semua daging hewan tersebut adalah wajib.Orang yang wajib disembelih tersebut, dan orang yang qurban tadi, tidak diperbolehkan makan daging dari hewan yang diqurbankan.

 

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Syekh al-Bajuri:

Pernyataan, ” kambing ini aku harus qurban ” Jika dilakukan oleh orang ‘awam ditanya, “apa yang ingin kamu lakukan dengan kambingmu ini?”, kemudian mereka menjawab: “Kambing ini saya lihat qurban”.

Bila ia menjawab seperti itu, mkaa hukum qurbannya menjadi qurban wajib dan haram baginya untuk ikut memakan daging tersebut. Dan bila ia mengaku bahwa qurban yang menjadi hak untuk kesunnahan, maka pengakuan tersebut tidak akan diterima, tetapi menurut Imam Asy-Syibro Malisiy, hal ini diampuni (tidak qurban wajib) bagi orang ‘awam, akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh beberapa ulama.

 

Perbedaan Qurban Wajib dan Sunnah

Adapun beberapa hal yang membedakan Qurban wajib dan Qurban sunnah, salah satunya terletak pada hak mengkonsumsi daging  bagi mudhahhi (pelaksanaan kurban)

Dalam qurban sunnah, diperbolehkan bagi mudhahhi untuk memakannya, bahkan nazar sebagian kecil dagingnya dan memakan sendiri selebihnya. 

Adapun yang lebih utama adalah memakan beberapa suap saja untuk mengambil keberkahan dan menyedekahkan sisanya (lihat: Syekh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135). 

Sedangkan kurban wajib, mudlahhi haram memakannya, sedikit pun tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi secara pribadi. Keharaman memakan daging kurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudlahhi, seperti anak, istri, dan lain sebagainya.   Syekh Muhammad Nawawi bin Umar menegaskan:  

 ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما   

“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya”. (Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani, Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim, hal. 531).   

Apa Perbedaan Qurban Wajib Dan Sunnah?

Apa Perbedaan Qurban Wajib Dan Sunnah?

Hukum asal berkurban adalah sunnah kifayah (kolektif), yang artinya apabila di dalam saat anggota keluarga sudah ada yang mengerjakannya, sudah cukup menggugurkan tuntutan bagi anggota keluarga yang lainnya. Namun apabila tidak ada satupun dari mereka yang melaksanakannya, maka semua yang  mampu dari mereka akan terkena imbas hukumnya makruh.

Qurban dapat menjadi wajib apabila terdapat nazar, misalnya ketika seseorang berjanji akan melaksanakan qurban di tahun ini apabila mendapatkan kenaikan jabatan, maka wajib baginya untuk melaksanakannya apabila jabatannya telah naik. Namun apabila dengan secara sengaja tidak melaksanakannya maka ia akan berdosa.

Pada dasarnya, qurban sunnah dan kurban yang wajib memiliki titik kesamaan, misalnya dari segi pelaksanaannya. Kedua dilaksanakan pada hari Nahar dan hari-hari tasyriq (10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Bila dilakukan di luar waktu tersebut, maka tidak sah sebagai kurban. Tata cara menyembelih mulai dari syarat, rukun dan kesunahan juga tidak berbeda antara dua jenis kurban tersebut.   

 

Perbedaan Qurban Wajib Dan Sunnah

Keduanya menjadi berbeda dalam hal berikut

Hak Mengkonsumsi Daging Bagi Mudhahhi (Pelaksanaan Kurban)

Dalam Qurban sunnah, diperbolehkan bagi mudhahhi untuk mengkonsumsi daging bahkan nazar sebagian kecil dagingnya dan memakan sendiri selebihnya.

Adapula yang lebih utama adalah memakan beberapa suap saja untuk mengambil berkahnya dan menyedekahkannya sisanya (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135).   

Sementara qurban wajib, mudhahii haram memakannya, sedikitpun tidak akan diperbolehkan untuk dikonsumsi secara pribadi. Keharaman memakan daging qurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudlahhi, seperti anak, istri, dan lain sebagainya.   Syekh Muhammad Nawawi bin Umar menegaskan:   

ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما   

“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya”. (Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani, Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim, hal. 531).   

 

Kadar Yang Wajib Disedekahkan

Menurut mazhab Syafi’i, standar minimal yang wajib disedekahkan dalam kurban sunnah adalah kadar daging yang mencapai standar kelayakan pada umumnya, misalnya satu kantong plastik daging. Tidak mencukupi memberikan kadar yang remeh seperti satu atau dua suapan. Kadar daging paling minimal tersebut wajib diberikan kepada orang fakir/miskin, meski hanya satu orang. 

Selebihnya dari itu, mudhahhi diperkenankan untuk memakannya sendiri atau diberikan kepada orang kaya sebatas untuk dikonsumsi. 

Kadar minimal yang wajib disedekahkan tersebut wajib diberikan dalam kondisi mentah, tidak mencukupi dalam kondisi masak (lihat: Syekh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135).   Sedangkan kurban wajib, semuanya harus disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali, tidak diperkenankan bagi mudhahhi dan orang-orang yang wajib ia nafkahi untuk memakannya. Demikian pula tidak diperkenankan diberikan kepada orang kaya. Daging yang diberikan juga disyaratkan harus mentah (Syekh Ibnu Qasim al-Ubbadi, Hasyiyah Ibni Qasim ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 9, hal. 363).  

Apakah Boleh Berkurban Dua Kali?

Apakah Boleh Berkurban Dua Kali?

Ketika menjelang  Idul Adha, umat Muslim biasanya mengadakan acara qurban. Qurban sendiri merupakan ibadah yang dilakukan dengan cara menyembelih hewan ternak. Hewan ternak yang disembelih merupakan hewan yang diberikan oleh umat Muslim yang telah tergolong mampu. Daging dari hewan Qurban ini nantinya akan dibagikan secara gratis kepada setiap orang yang membutuhkannya.

 

Pengertian Kurban

Kata qurban menurut bahasa  berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat (Ibn Manzur: 1992:1:662; Munawir:1984:1185). Maksud dari makna ini ialah mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya. Kata kurban yang digunakan, Sebenarnya dalam istilah agama disebut “udhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang berasal dari kata “dhaha” (waktu dhuha), maksudnya sembelihan pada  saat waktu dhuha tanggal 10 sampai 13 bulan Dzulhijjah. Dari sinilah  muncul istilah Idul Adha.

 

Apakah Boleh Berkurban Dua Kali 

Banyak orang yang menganggap bahwa qurban cukup dilakukan satu kali saja seumur hidup. Syari’at yang benar adalah setiap tahun sekali bagi orang yang mampu.

Nabi saw bersabda : “Ya ayyuhan nas ‘ala kulli ahli baitin fi kulli ‘amin udlhiyah”. (Wahai para manusia, sesungguhnya pada setiap ahli rumah diperintahkan untuk berqurban pada setiap tahun).

Namun berbeda dengan ibadah  haji yang diwajibkan untuk dilakukan satu kali seumur hidup. Hal ini karena beratnya bekal dan perjalanan haji ke tanah suci. Hal ini terbukti, bahwa sekarang ini untuk bisa melaksanakan haji orang harus menunggu giliran puluhan tahun.

 

Qurban Menggunakan Hewan Lebih Dari Satu

Pada dasarnya, Qurban menggunakan satu hewan ternak saja sudah cukup, namun apabila ingin melaksanakan Qurban dengan menggunakan hewan lebih dari satu akan lebih baik. Seperti halnya yang telah dilakukan oleh Nabi SAW yang dimana beliau berkurban dengan dua kambing gemuk dan bertandukhal ini telah disampaikan dalam hadis Nabi yaitu hadis riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik, sebagai berikut:

ضحى رسول الله صلى الله عليه وسلم بكبشين املحين اقرنين فرايته واضعا قدميه على صفاحها يسمي ويكبر فذبحها بيده

Artinya:

“Nabi Saw. berkurban dengan dua kambing gemuk dan bertanduk. Saya melihat Nabi Saw. meletakkan kedua kakinya di atas pundak kambing tersebut, kemudian Nabi Saw. membaca basmalah, takbir dan menyembelih dengan tangannya sendiri.”

 

Dalil-dalil yang mensyariatkan Kurban

Dasar ibadah kurban dapat dibaca dalam QS. Al-Kautsar ayat 2 sebagai berikut:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya:

“Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurban lah (sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah).”

 

Selain itu Juga terdapat  hadis riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Nabi Saw. bersabda;

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Artinya:

“Barangsiapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami.”

Demikian tadi dalil-dalil yang mensyariatkan ibadah kurban. Sebelum mengetahui bagaimana hukumnya kurban lebih dari satu ekor kambing padahal untuk seseorang saja, kita harus memahami hukum kurban secara global.

Kapan Qurban Menjadi Wajib Jelaskan?

Kapan Qurban Menjadi Wajib Jelaskan?

Saat bulan Dzulhijjah selain terdapat Idul Adha, dan haji juga terdapat satu ibadah sosial yaitu Qurban. Qurban merupakan ibadah yang hukumnya sunnah muakkad atau sunnah yang dianjurkan lebih utama dari sekedar sedekah hewan biasa. Anjuran ini telah diungkapkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Um. Bahkan beliau tidak menolerir orang yang mampu melakukan qurban namun tak kunjung melakukannya:

Dan karena pendapat imam Syafi’i: Aku tidak menolerir bagi orang yang mampu berqurban dan ia meninggalkannya. (makruh meninggalkanya).

Hukum qurban akan menjadi wajib bila di nadzari, yakni sebelumnya ia telah bernazar untuk berqurban, baik secara hakikat (mengucapkan kalimah nadzar atau mewajibkan diri sendiri).

Contoh,“Demi Allah saya berqurban dengan kambing ini” atau nadzar secara hukum, Contoh, “Saya jadikan kambing ini sebagai qurban”. kalimat“saya jadikan kambing ini” bisa berdampak pelaksanaan qurban menjadi wajib (karena sebab nazar).

Selain nazar, berqurban juga terkadang menjadi wajib ketika didahului oleh adanya isyarah.Contohnya, perkataan seseorang (setelah membeli kambing), “kambing ini qurban saya atau kambing ini aku jadikan sebagai qurban”,meskipun orang tersebut tidak menyadari bahwa kata-kata itu menjadikan qurban wajib.

Sehingga konsekuensinya menyembelih dan membagikan semua daging hewan tersebut adalah wajib.Hewan tersebut wajib disembelih, dan orang yang qurban tadi, tidak diperbolehkan makan daging dari hewan yang diqurbankan.

 

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh oleh Syekh al-Bajuri

Pernyataan,“kambing ini aku jadikan qurban” Jika dilakukan oleh orang ‘awam ketika ditanya, “apa yang hendak kamu lakukan dengan kambingmu ini?”, kemudian mereka menjawab:“Kambing ini saya jadikan qurban”.

Bila ia menjawab seperti itu, maka hukum qurbannya menjadi qurban wajib dan haram baginya untuk ikut memakan daging tersebut. Dan bila ia mengaku bahwa qurban yang dimaksudkan untuk kesunnahan, maka pengakuan tersebut tidak diterima, akan tetapi menurut Imam Asy-Syibro Malisiy, hal ini diampuni (tidak menjadi qurban wajib) bagi orang ‘awam, akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh beberapa ulama.

 

Perintah Berkurban dalam Al Quran dan Hadits

Salah satu perintah berkurban terdapat dalam QS Al Kautsar ayat 2,

 

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Arab latin: Fa ṣalli li rabbika wan-ḥar

Artinya: “Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurban lah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

 

Nabi Muhammad SAW dalam hadits juga telah mengingatkan umatnya tentang perintah berkurban. Berikut haditsnya,

عَنْ َأبِي هُرَيْرَة: َأنَّ رَسُوْل اللهِ صلى الله عليه وسلم قال : مَنْ كَانَ لهُ سَعَة وَلمْ يَضَحْ فَلا يَقْربَنَّ مُصَلَّانَا (رواه احمد وابن ماجه)

Artinya: “Dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

 

Dalam hadits lain dikatakan sebagai berikut,

يَا يُّهَاالنَّاسُ اِنَّ عَلى كُل أهْلِ بَيْتٍ في كلِّ عَامٍ أُضْحِيَّة

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap tahun disunatkan berkurban,” (HR Abu Dawud).

 

Apakah kita boleh menyembelih hewan kurban dengan pisau yang tumpul?

Apakah kita boleh menyembelih hewan kurban dengan pisau yang tumpul?

Melaksanakan ibadah Qurban menjadi suatu hal yang sangat dianjurkan dalam Islam mengingat hal tersebut merupakan suatu ibadah yang  sangat dianjurkan untuk dilakukan sebagai umat Muslim yang bertakwa. Perintah untuk melaksanakan Qurban sendiri telah disampaikan di dalam Al Quran dan Hadis.

Salah satu perintah berkurban terdapat dalam QS Al Kautsar ayat 2,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Arab latin: Fa ṣalli li rabbika wan-ḥar

Artinya: “Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurban lah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

 

Nabi Muhammad SAW dalam hadits juga telah mengingatkan umatnya tentang perintah berkurban. Berikut haditsnya,

عَنْ َأبِي هُرَيْرَة: َأنَّ رَسُوْل اللهِ صلى الله عليه وسلم قال : مَنْ كَانَ لهُ سَعَة وَلمْ يَضَحْ فَلا يَقْربَنَّ مُصَلَّانَا (رواه احمد وابن ماجه)

Artinya: “Dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

 

Dalam hadits lain dikatakan sebagai berikut,

يَا يُّهَاالنَّاسُ اِنَّ عَلى كُل أهْلِ بَيْتٍ في كلِّ عَامٍ أُضْحِيَّة

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap tahun disunatkan berkurban,” (HR Abu Dawud).

 

Melaksanakan Qurban memiliki banyak keutamaannya salah satunya adalah  Meningkatkan empati dan solidaritas

Hadits dari Ali bin Abi Thalib,

وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: { أَمَرَنِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلالَهَا عَلَى الْمَسَاكِينِ, وَلا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئاً } مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

”Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan kurbannya, membagi-bagikan dagingnya, kulit dan pakaiannya kepada orang-orang miskin, dan aku tidak diperbolehkan memberi sesuatu apapun dari hewan kurban (sebagai upah) kepada penyembelihnya.”

 

Allah berfirman,

وَٱلْبُدْنَ جَعَلْنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (Q.S. Al Hajj:36)

 

Bolehkah Menyembelih Hewan Kurban Dengan Pisau yang Tumpul

Untuk mendapatkan manfaat atau keutamaan dalam melaksanakan Qurban tentu kita diwajibkan untuk memenuhi syarat sah dari melaksanakan Qurban salah satunya adalah dengan memilih alat sembelih yang sesuai dengan yang perintahkan dalam Islam.

Menyembelih hewan Qurban dengan pisau tumpul merupakan suatu hal yang dilarang dalam Islam. Rasulullah SAW pun memerintahkan setiap orang yang akan menyembelih hewan untuk selalu mengasah pisau yang hendak digunakan dan dilarang pula untuk mengasah pisau di depan hewan yang akan disebelih.

Ibnu Umar ra. berkata, “Rasulullah SAW. memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadits lain dari Ibnu ’Abbas ra., beliau berkata, Rasulullah SAW mengamati seseorang yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing itu memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, “Apakah sebelum ini kamu hendak mematikannya dengan beberapa kali kematian? Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum engkau membaringkannya.” (HR. Al Hakim no. 4/257, Al Baihaqi no. 9/280, ‘Abdur Rozaq no. 8608)

 

Syarat alat yang dapat digunakan untuk menyembelih, diantaranya :  

  1. Tajam (tidak tumpul) sehingga mempercepat penyembelihan dan tidak menyiksa hewan yang disembelih.
  2. Alat penyembelihannya bisa dari besi, logam, batu, atau kayu yang memiliki sisi tajam.
  3. Tidak diperbolehkan dengan alat yang terbuat dari gigi, kuku, atau tulang.
  4. Bagian yang disembelih adalah leher, sehingga saluran pernafasan dan makanan dapat langsung putus.
Apa Saja Keutamaan Dan Pahala Berqurban?

Apa Saja Keutamaan Dan Pahala Berqurban?

Ibadah qurban merupakan ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan bagi seorang Muslim. Ada banyak keutamaan dalam melaksanakan Qurban yang telah dijelaskan dalam sejumlah hadis. Berikut beberapa keutamaan qurban.

 

Keutamaan Dan Pahala Berqurban

1. Menjalankan perintah Allah

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

إِنَّآ أَعۡطَيۡنَـٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ (١) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ (٢) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ (٣)

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurban lah.” (Q.S. Al-Kautsar [108]: 2).

Ibnu Taimiyyah mengatakan, Ibadah harta benda yang paling mulia pada hari Raya Idul Adha adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat ‘ied.

 

2. Mengikuti teladan nabi Ibrahim

Sebagaimana dalam sebuah hadits,

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ حَدَّثَنَا عَائِذُ اللَّهِ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ

“Berkata kepada kami Muhammad bin Khalaf Al ‘Asqalani, berkata kepada kami Adam bin Abi Iyas, berkata kepada kami Sullam bin Miskin, berkata kepada kami ‘Aidzullah, dari Abu Daud, dari Zaid bin Arqam, dia berkata: berkata para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, hewan qurban apa ini?” Beliau bersabda: “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu ada satu kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan shuf (bulu domba)?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu shuf ada satu kebaikan.” [HR. Riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3127]

 

3. Bukti ketakwaan

Sebagaimana firman Allah surat Al-Maidah ayat 27, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa”.

Allah Subhanahu wata’ala kembali berfirman:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS:Al Hajj:37)

 

4. Menjadi saksi di akhirat nanti

Rasulullah bersabda, “Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang degan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya & bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” [HR. ibnu majah No.3117].

 

5. Pembeda Muslim dan kafir

Allah berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihan (qurbanku), hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” [QS: al-An’am : 162-163]

 

6. Meningkatkan empati dan solidaritas

Hadits dari Ali bin Abi Thalib,

وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: { أَمَرَنِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلالَهَا عَلَى الْمَسَاكِينِ, وَلا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئاً } مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

”Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan kurbannya, membagi-bagikan dagingnya, kulit dan pakaiannya kepada orang-orang miskin, dan aku tidak diperbolehkan memberi sesuatu apapun dari hewan kurban (sebagai upah) kepada penyembelihnya.”

 

Allah berfirman,

وَٱلْبُدْنَ جَعَلْنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (Q.S. Al Hajj:36)

Apa Saja yang Menjadi Larangan Dalam Berkurban?

Apa Saja yang Menjadi Larangan Dalam Berkurban?

Qurban menjadi salah satu ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan umat Muslim sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Dalam qurban ada berbagai manfaat yang dapat dirasakan sebagai seorang yang berkurban. Salah satunya adalah melatih rasa ikhlas sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim bersama dengan anaknya Nabi Ismail yang senantiasa ikhlas menjalankan perintah Allah SWT.

 

Apa Saja yang Menjadi Larangan Dalam Berkurban

Sebelum anda melakukan qurban, ada baiknya jika anda mengetahui terlebih dahulu apa saja hal hal yang dilarang untuk dilakukan bagi orang yang hendak berkurban. Apa saja itu.? Berikut beberapa diantaranya.

 

1. Menjual Daging Hewan Kurban

Allah Ta’ala berfirman,

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al Hajj: 28)

 

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan qurban, maka tidak ada qurban baginya.” (HR. Al Hakim)

Melihat kedua hadist tersebut, terbaca jelas bahwa kita tidak boleh sehelai rambut dijual sebagai penghasilan kita sendiri. Dikutip dari rumaysho.com larangan menjual hasil sembelihan qurban adalah pendapat para Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad.

 

Imam Asy Syafi’i mengatakan,

“Binatang qurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri pada Allah).”

 

2. Mengupah Penyembelih Hewan dengan Bagian Tubuh Hewan Kurban

Dalil dari hal ini adalah riwayat yang disebutkan oleh ‘Ali bin Abi Tholib,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku menyedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri.”

 

3. Larangan Memotong Kuku dan Mencukur Rambut untuk Orang yang Hendak Berkurban

”Barangsiapa yang telah memiliki hewan yang hendak dikurbankan, apabila telah masuk tanggal 1 Dzulhijjah, maka janganlah dia memotong sedikitpun bagian dari rambut dan kukunya hingga dia selesai menyembelih.” (HR. Muslim 5236, Abu Daud 2793, dan yang lainnya).

Dalam hadis tersebut, dijelaskan bahwa rambut dan kuku yang dilarang untuk dipotong dalam hadis di atas adalah rambut dan kuku shohibul kurban, bukan rambut dan kuku hewan kurban.

Larangan kurban tersebut berlaku untuk memotong dengan cara apapun dan untuk bagian kuku dan rambut manapun. Baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar kemaluan maupun di ketiak.

 

4. Menggagalkan Hewan Kurban yang telah Ditentukan

Apabila anda telah membeli hewan ternak untuk dikurbankan maka ada baiknya jika anda tetap konsisten dengan niat tersebut. apalagi jika anda menggagalkan niat qurban dan berniat untuk menjualnya kembali. Perlu diingat, bahwa kita melakukan qurban semata untuk Allah SWT. Namun jika anda memiliki niat menukarkan hewan dengan yang lebih baik seperti misalnya menukar kambing dengan sapi maka itu adalah hal yang lebih baik dibandingkan dengan menggagalkan atau menjual hewan yang hendak akan dikurbankan.

Apakah Qurban Itu Wajib Setiap Tahun?

Apakah Qurban Itu Wajib Setiap Tahun?

Hari raya Idul Adha atau yang biasa disebut dengan Lebaran haji juga kerap kali dinamakan sebagai Idul Qurban, sebab pada perayaan Idul Adha akan disertai dengan menunaikan haji bagi yang telah mampu dan juga melaksanakan ibadah Qurban bagi yang tidak menunaikan haji. Dalam syariat, qurban adalah ibadah harta terbaik. Sehingga Allah memberikan kesempatan bagi umat Muslim yang belum mampu melaksanakan haji untuk berqurban, sebagai simbol untuk ketakwaan dan kecintaan kepada Allah SWT.

 

Wajibkah Ber Qurban Jika Mampu?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad 14: 24 dan Ibnu Majah no. 3123. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Tempat shalat adalah tempat yang tidak kotor. Dalam artian Hadis di atas, seakan-akan dilarang untuk mendekati bumi bagi mereka yang menyepelekan qurban (Ustaz Adi Hidayat)

Padahal, bumi adalah satu-satunya tempat yang bisa manusia tinggali. Keterangan tersebut menegaskan tentang anjuran yang sangat kepada orang yang mampu berqurban. Namun meski demikian, para ulama tidak menetapkan hukum ber qurban menjadi wajib namun dinilai bermaksiat apabila sudah mampu namun sengaja tidak berqurban.

 

Rasulullah SAW berQurban Setiap Tahun

Dalam Islam, Rasulullah SAW menjadi panutan dalam setiap ibadah termasuk juga dalam qurban. Meskipun beliau memiliki kehidupan yang sederhana namun beliau tetap menunaikan ibadah qurban setiap tahunnya. Padahal beliau hanya makan gandum tiga hari berturut turut, sementara sebagian besar orang saat ini mereka mampu makan hingga kenyang.

Pena pula beliau sebulan tidak memasak dan hanya memakan kurma dan air namun beliau selalu ber qurban di tiap tahunnya. Rasulullah qurban setiap tahun mengingat ibadah tersebut merupakan sedekah terbaik, sebagaimana dalil:

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.” (Q.S. Al-Kausar: 2)

Dalam ayat tersebut,  Allah subhanahu wa ta’ala menggandengkan antara ibadah shalat dengan ibadah qurban. Sebuah dalil juga membuktikan bahwa qurban itu memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam syariat Islam .

 

Apakah Qurban Itu Wajib Setiap Tahun?

Mungkin anda pernah mendengar ketika seseorang diajak untuk melaksanakan qurban berkata  “Saya sudah pernah berqurban.” Ada pula yang berkata, “Saya sudah berqurban tahun lalu.” Perlu untuk diketahui bahwa ilama memberikan syarat untuk ber qurban yaitu beragama muslim, mampu, sudah baligh dan berakal.

Meskipun tidak diwajibkan untuk berqurban namun tetap qurban setiap tahun apalagi mampu, kaya atau sudah berkecukupan. Hukum dari melaksanakan qurban memang sunnah atau dianjurkan menurut kebanyakan ulama.

Imam Nawawi dalam Al Minhaj (3:325) berkata, “Kurban itu tidak wajib kecuali bagi yang mewajibkan dirinya untuk berqurban (contoh: nadzar).”

Dalam Al Majmu’ (8: 216), Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Menurut madzhab Syafi’i dan mazhab utama ulama, hukum qurban adalah sunnah muakkad bagi yang mudah (punya kelapangan rezeki) untuk melakukannya dan tidak wajib.”

Di kitab lainnya, Imam Nawawi mengatakan, “Para ulama berselisih pendapat mengenai wajibnya qurban bagi orang yang memiliki kelapangan rezeki. Menurut mayoritas ulama, hukum berqurban adalah sunnah. Jika seseorang meninggalkannya tanpa udzur (tidak berdosa), ia bersalah dan tidak ada qadha’ (tidak perlu mengganti).” ( Syarh Shahih Muslim , 13: 110)

Artinya, apa yang dikatakan Imam Nawawi bahwa siapa yang punya kemampuan setiap tahun untuk berqurban tetaplah berqurban.