Apa Perbedaan Ibadah Qurban dan Aqiqah?

Apa Perbedaan Ibadah Qurban dan Aqiqah?

Dari segi syariat, qurban dan aqiqah masih memiliki suatu persamaan yaitu menyembelih hewan ternak. Tidak jarang, banyak orang yang  juga kerap kali bertanya terkait perbedaan antara aqiqah dan qurban. meskipun keduanya memiliki hukum sunnah muakkad dan dilaksanakan dengan menyembelih hewan, namun ada beberapa perbedaan antara aqiqah dan qurban yang harus anda ketahui.

 

Perbedaan Ibadah Qurban dan Aqiqah

Dari segi tujuan, antara aqiqah dan qurban sudah berbeda yang dimana aqiqah dilaksanakan sebagai rasa syukur atas kelahiran seorang  bayi, sedangkan dari qurban merupakan sunnah yang dilakukan sebagai bentuk ketakwaan dan keikhlasan sebagai seorang Muslim sebagaimana yang dicontohkan oleh kisah Nabi Ibrahim. Untuk mengetahui lebih jelas terkait perbedaan antara aqiqah dan qurban, simak ulasan berikut.

 

1. Perbedaan Tujuan Qurban dan Aqiqah

Pada dasarnya, qurban memiliki definisi menyembelih hewan dengan tujuan untuk mendekatkan diri dengan Sang Kuasa yang dilaksanakan pada hari raya haji atau yang biasa dikenal dengan Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah dan bisa juga dilaksanakan ketika hari tasyrik atau pada tanggal 11, 12 dan 13 pada bulan Dulhijjah. Sementara aqiqah memiliki arti memotong. Berdasarkan pendapat para ulama terdapat arti yang beragam seperti memotong hewan, mencukur bayi dan lainnya. Sementara secara istilah, aqiqah artinya menyembelih hewan ternak yang sekaligus sebagai bentu rasa syukur atas kelahiran buah hati.

 

2. Perbedaan dari Jenis Hewan

Kambing, domba, sapi, kerbau, dan unta merupakan hewan yang diizinkan para ulama untuk jadi hewan ternak. Hewan ternak tidak boleh ada cacat. Lalu, cukup usianya biasanya dilihat dari sudah berganti giginya. Jika domba, maka minimal berusia satu tahun dan sudah ganti gigi. Jika menggunakan kambing, maka minimal sudah berusia dua tahun. Kemudian, sapi dan kerbau mencapai dua tahun lebih. Terakhir, unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.

Sementara, hewan yang dapat digunakan untuk aqiqah yaitu kambing atau domba dengan indikator tidak cacat, usianya adalah sudah cukup dewasa dengan berganti gigi. Hal tersebut berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW berikut:

“(Aqiqah) untuk anak laki-laki adalah dua kambing dan untuk perempuan satu kambing. Baik berjenis kelamin jantan atau betina, tidak masalah,” (sesuai dalam kitab al-Majmu’ Syarh muhazzab).

 

3. Perbedaan Jumlah Hewan yang Disembelih

Dalam pelaksanaan qurban, jumlah hewan yang akan dikurbankan tidaklah dibatasi jumlahnya, sedangkan dalam pelaksanaan aqiqah sendiri berbeda, yang dimana apabila anak laki laki maka dianjurkan untuk menyembelih dua ekor kambing, sedangkan apabila perempuan satu ekor kambing saja sudah cukup. Berbeda lagi bagi keluarga yang tidak mampu. Menurut beberapa narasumber dijelaskan bahwa apabila orang tua bayi yang hendak di aqiqah tidak mampu menyembelih 2 ekor kambing untuk anak laki laki maka diperbolehkan menyembelih satu saja.

 

4. Perbedaan Dalam Pemberian Daging

Islam mengatur pemberian daging kurban dan aqiqah supaya tepat sasaran. Pada aqiqah, dagingnya dapat diberikan kepada siapapun, tidak memandang status ekonomi. Lain halnya pada kurban, para ulama sepakat ada golongan penerima daging ada 3 yaitu sepertiga untuk fakir miskin, sepertiga untuk keluarga yang berkurban, dan sepertiga untuk tetangga atau kerabat terdekat. Allah berfirman pada ayat di bawah ini:

“Maka makanlah sebagiannya (daging kurban) dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (orang yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta,” (QS.Al-Hajj:36).

 

5. Perbedaan Bentuk Daging yang Diberikan

Hal ini lazim umat Islam ketahui, namun harus diingat lagi bahwa daging kurban dibagikan dalam kondisi mentah, sementara daging dari aqiqah harus dalam keadaan masak. Maka dari itu, jangan sampai tertukar karena aqiqah layaknya menyediakan makanan pada tamu. Berbeda dengan kurban yang penyajiannya diserahkan pada keinginan masing-masing yang mendapatkan daging.

Bolehkah Berkurban Seekor Kambing Untuk Satu Keluarga?

Bolehkah Berkurban Seekor Kambing Untuk Satu Keluarga?

Qurban menjadi salah satu bentuk ketakwaan umat Muslim kepada Allah SWT. Kesunnahan dari qurban sendiri ditujukan bagi umat yang dikategorikan sudah mampu secara finansial serta memenuhi syarat untuk berkurban. Lantas bagaimana bagi orang yang mampu ingin melaksanakan qurban untuk keluarganya.? Apakah Islam memperbolehkannya.?

Melaksanakan qurban untuk keluarga merupakan suatu hal yang diperbolehkan. Mengingat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah melakukan hal yang serupa yang dimana beliau pernah menyembelih 2 ekor kambing gemuk yang dimana satu untuk dirinya sendiri dan satu lagi untuk keluarganya.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits : 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibash yang gemuk bertanduk. Yang pertama untuk umatnya, dan yang kedua untuk diri beliau dan keluarganya.“ (HR.Ibnu Majah).

“Kami wukuf bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Aku mendengar beliau bersabda, ‘Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih seekor udhiyah (hewan kurban) setiap tahun.“ (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan at-Tirmizi).

 

Dalil Shahih Tentang Qurban Untuk Satu Keluarga

Sebagaimana disebutkan dalam Hadits Dari Atho bin yasar, ia berkata : “Aku pernah bertanya kepada Ayyub Al anshari, bagaimana qurban di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, :seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (diniatkan)untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan qurban tersebut dan memberikan makanan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmizi, no.1505)

Dalil ini telah menegaskan bahwa berqurban dengan satu ekor kambing  dan digunakan untuk satu orang beserta keluarganya. Meskipun anggotanya keluarganya banyak. 

 

Syarat Qurban Untuk Satu Keluarga

Lantas, siapa saja kah anggota keluarga yang tercakup dalam kegiatan berqurban?

Para Ulama sendiri masih berselisih pendapat tentang boleh dan tidaknya qurban dengan satu ekor kambing untuk satu keluarga. 

Pertama, masih dianggap anggota keluarga, jika terpenuhi 3 hal tinggal bersama, ada hubungan kekerabatan, dan shohibul qurban menanggung nafkah semuanya. Ini adalah pendapat imam Malik yang diambil dari kitabnya At-Taj wa iklil (4 : 364)

Kedua, semua anggota berhak mendapatkan nafkah dari Shohibul qurban. Ini adalah pendapat para ulama mutakhir (kontemporer) di mazhab syafi’i.

Ketiga, semua anggota keluarga tinggal serumah dengan shohibul qurban Apakah bisa dilaksanakan ibadah kurban untuk sekelompok orang yang tinggal dalam satu rumah, meskipun tidak ada hubungan kekerabatan di antara mereka?

Ia menjawab, “Ya bisa dilaksanakan.” (Fatawa Aar-Ramli, 4:67)

Sementara Al-Haitami mengomentari fatwa Ar-Ramli, dengan mengatakan,

“Mungkin maksudnya adalah kerabatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Bisa juga yang dimaksud dengan ahlul bait (keluarga) di sini adalah semua orang yang mendapatkan nafkah dari satu orang, meskipun ada orang yang aslinya tidak wajib dinafkahi. Sementara perkataan sahabat Abu Ayub: “Seorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya” memungkinkan untuk dipahami dengan dua makna tersebut. Bisa juga dipahami sebagaimana zahir hadits, yaitu setiap orang yang tinggal dalam satu rumah, interaksi mereka jadi satu, meskipun tidak ada hubungan kekerabatan. Ini merupakan pendapat sebagian ulama. Akan tetapi terlalu jauh (dari kebenaran). (Tuhfatul Muhtaj, 9:340).

Apakah Qurban Bisa Atas Nama Keluarga?

Apakah Qurban Bisa Atas Nama Keluarga?

Salah satu rukun sah dalam melaksanakan qurban adalah membaca niat. Lantas bagaimana hukumnya apabila melaksanakan qurban dengan atas nama orang lain.? Bagaimana pahalanya.?

Syariat memerintahkan bahwa melaksanakan kurban pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari Tasyriq (11,12,13 Dzulhijjah). Perintahnya sangat dianjurkan atau sunnah muakkadah . Anjuran menyembelih hewan kurban ditekankan kepada umat Islam yang mempunyai kemampuan harta untuk berkurban bahkan menjadi suatu kewajiban . Tentang berkurban, Allah Ta’ala firmankan dalam Al-Quran:

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun selalu berkurban setiap tahun, niat kurban tersebut beliau niatkan untuk dirinya dan keluarganya. Seperti dalam riwayat hadits dari Anas nin Malik radhiallahu’anhu, beliau berkata:

 ضحَّى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ بكبشَيْنِ أقرنيْنِ أملحيْنِ أحدِهما عنهُ وعن أهلِ بيتِه والآخرِ عنهُ وعمَّن لم يُضَحِّ من أمَّتِه 

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berqurban dengan dua domba gemuk yang bertanduk, salah satunya untuk diri beliau dan keluarganya dan yang lain untuk orang-orang yang tidak berqurban dari umatnya” (HR. Ibnu Majah no.3122)

Selain Rasulullah, amalan ini juga dipraktikan oleh para sahabat Nabi yang melaksanakan kurban untuk dirinya dan keluarganya. Mereka memakan sebagian daging kurban kemudian selebihnya mereka berikan kepada orang lain atau yang lebih membutuhkan. 

“Kurban adalah sunnah setiap tahun atas setiap orang. Artinya kalau Anda ingin memberikan kurban kepada orang lain sah-sah saja,”

 

Hukum Kurban Atas Nama Orang Lain atau Bukan Keluarga

Jika berkurban atas nama keluarga sangat dibolehkan tanpa harus meminta izin. Beda halnya jika niat qurban atas nama bukan untuk keluarganya atau orang lain. Perlu mendapatkan izin terlebih dahulu sebelum melaksanakan berkurban. Jika ia mengizinkan, maka boleh berkurban untuknya atau atas namanya. Lain halnya, jika tidak diizinkan maka berkurban sangat dilarang tanpa persetujuan. Hal ini sebagaimana riwayat Syaikh Wahbah Azzuhaili dalam kitabnya Alfiqhul Islami wa Adillatuhu berikut :

قال الشافعية: لا يضحي عن الغير بغير اذنه

Artinya:

“Ulama Syafiiyah berkata; ‘Tidak boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizin dari orang tersebut.”

 

Hukum Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal

Menurut Ulama Hanafi dan Hambali, niat kurban atas nama orang lain yang telah meninggal baik itu orang tua atau keluarganya yang lain tetap diperbolehkan dan tetap sah, terlebih pahala dari kurban akan sampai kepada almarhum atau almarhumah.

 

Sebagaimana dalam riwayat hadist yang menjelaskan bahwa :

“Apabila seseorang berkurban dengan seekor kambing atau domba dengan niat untuk  diri dan keluarganya, maka telah cukup untuk orang yang dia nia tkan dari  keluarganya, baik yang masih hidup atau pun yang sudah mati”

(Hukum Udhhiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)

Bolehkah 1 Orang Kurban 2 Kambing?

Bolehkah 1 Orang Kurban 2 Kambing?

Qurban merupakan salah satu bentuk ketakwaan umat Muslim kepada Allah SWT. Kesunnahan qurban sendiri ditujukan kepada setiap umat Muslim yang dikategorikan mampu secara finansial. Artinya tidak ada kewajiban yang mengharuskan setiap orang yang akan melaksanakan qurban dengan jumlah hewan tertentu.

Selama orang tersebut mampu melaksanakan qurban dengan jumlah hewan lebih dari satu maka lakukan. mengingat kisah Nabi terdahulu yang menyembelih dua ekor domba, salah satunya untuk beliau dan keluarganya, dan domba yang satunya untuk siapa saja yang tidak menyembelih dari umat Muhammad .

Maka bagi seorang yang menyembelih satu atau dua atau lebih maka tidak mengapa.

Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu anhu berkata :

“Kami dulu menyembelih di zaman Nabi satu ekor kambing. Lalu kami makan dan kami memberi makan (kepada fakir miskin). Setelah itu manusia berlomba-lomba.”

 

Hukum Melaksanakan Qurban 

Hukum berqurban adalah sunnah Muakkadah, dimana seseorang yang  telah mampu dan tercukupi perihal makanan pokok, pakaian, dan tempat tinggalnya. Jika orang itu mampu namun ia meninggalkan ibadah ini maka ia akan dihukumi makruh.

Mengenai perihal aturan berqurban, maka hewan yang diperbolehkan adalah kambing/domba, sapi, dan unta. Selain itu qurban ini di niatkan untuk diri sendiri, perorangan, atau untuk satu keluarga. Namun ada juga yang beranggapan bahwa bila satu keluarga ada 7 orang (Suami, istri, dan 5 anaknya).

Maka ia wajib berqurban dengan sapi atau unta jika tidak mampu maka mereka akan membeli kambing/domba untuk seorang saja. Dan yang lain akan berqurban secara bergantian di waktu yang berbeda. Sehingga setiap anggota keluarga bergantian untuk qurban.  

 

Dalil Shahih Tentang Qurban Untuk Satu Keluarga

Sebagaimana disebutkan dalam Hadits Dari Atho bin yasar, ia berkata : “Aku pernah bertanya kepada Ayyub Al anshari, bagaimana qurban di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, :seseorang biasa berkurban dengan seekor kambing (diniatkan)untuk dirinya dan satu keluarganya. Lalu mereka memakan qurban tersebut dan memberikan makanan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmizi, no.1505)

Dalil ini telah menegaskan bahwa berqurban dengan satu ekor kambing  dan digunakan untuk satu orang beserta keluarganya. Meskipun anggotanya keluarganya banyak. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga pernah menyembelih seekor kambing dengan niatan qurban untuk diri beliau sendiri beserta keluarganya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibash yang gemuk bertanduk. Yang pertama untuk umatnya, dan yang kedua untuk diri beliau dan keluarganya.“ (HR.Ibnu Majah).

“Kami wukuf bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Aku mendengar beliau bersabda, ‘Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih seekor udhiyah (hewan kurban) setiap tahun.“ (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan at-Tirmizi).

Ibadah Qurban Dilaksanakan Pada Tanggal Berapa?

Ibadah Qurban Dilaksanakan Pada Tanggal Berapa?

Ibadah qurban menjadi suatu ibadah yang dianjurkan untuk dilaksanakan pada bulan dzulhijjah. Pelaksanaan qurban biasanya dilaksanakan setelah shalat Idul Adha yang bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah.

Sebenarnya, pelaksanaan qurban tidak hanya dapat dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah saja, namun juga dapat dilaksanakan 3 hari setelah idul adha atau tepatnya pada tanggal 11, 12 dan 13 dzulhijjah sehingga bagi siapa yang tidak sempat melaksanakan qurban ketika tanggal 10 dzulhijjah masih dapat melaksanakan pada 3 hari tersebut yang biasa disebut dengan hari tasyrik.

Dalam pelaksanaan qurban sendiri terdapat berbagai syarat yang harus dipenuhi, Salah satunya adalah hewan yang akan dijadikan sebagai hewan qurban.

 

Syarat Hewan Kurban

Syarat pertama, hewan kurban mestilah hewan ternak: unta, sapi, kambing, atau domba. Selain hewan-hewan ternak itu, tidak bisa dijadikan sebagai hewan kurban. Unggas, misalnya, tidak bisa dijadikan hewan kurban. Oleh karena itu, ayam, bebek, burung, ikan dan hewan halal selain yang disebutkan di atas tidak bisa dikategorikan sebagai hewan kurban. 

Rujukannya adalah firman Allah SWT dalam surah Al-Hajj ayat 34: “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan [kurban], supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka,” (QS. Al-Hajj [22]: 34). 

Syarat kedua, hewan ternak yang akan dikurbankan haruslah mencapai usia minimal yang sudah diatur syariat Islam, sebagai berikut: 

  1. Unta minimal berumur 5 tahun dan telah masuk tahun ke 6 
  2. Sapi atau kerbau minimal berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke 3 
  3. Kambing jenis domba atau biri-biri berumur 1 tahun 
  4. Kambing jenis domba bisa berumur 6 bulan jika yang berusia 1 tahun sulit ditemukan Kambing biasa (bukan domba/biri-biri) minimal usia 1 tahun dan telah masuk tahun ke 2 

Berdasarkan syarat di atas, maka tidak sah berkurban menggunakan kambing, domba, unta, sapi ataupun kerbau jika belum mencapai kriteria usia minimal yang sudah ditetapkan.

 Selain itu, jika usia hewan ternak itu sudah melebihi batas usia minimalnya, sebaiknya tidak juga terlalu tua umurnya. Sebab, hewan yang terlalu tua dagingnya sudah keras dan tidak lagi empuk saat dikonsumsi. Syarat ketiga, adalah hewan tidak dalam kondisi yang menyebabkannya tidak sah menjadi kurban. 

Kembali mengutip penjelasan di Nu Online, ada sejumlah jenis kondisi yang menyebabkan hewan, seperti sapi, kerbau, unta, kambing atau domba tidak sah menjadi kurban, yakni: 

  1. Hewan buta salah satu matanya 
  2. Hewan pincang salah satu kakinya 
  3. Hewan sakit yang tampak jelas sehingga kurus dan dagingnya rusak 
  4. Hewan sangat kurus Hewan yang terputus sebagian atau seluruh telinganya Hewan yang terputus sebagian atau seluruh ekornya. 

Hewan yang memiliki kondisi seperti di atas tidak sah menjadi hewan kurban. Meski begitu, hewan yang pecah atau patah tanduknya, maupun tak punya tanduk, tetap sah dijadikan hewan kurban. Selain syarat-syarat itu, yang perlu diperhatikan juga adalah waktu penyembelihan hewan kurban. 

Hewan kurban disembelih pada waktu Idul Adha, atau 10 Dzulhijjah, yakni mulai kira-kira setelah lewatnya waktu yang cukup untuk shalat dua rakaat dan dua khutbah yang terhitung sejak matahari terbit. Waktu penyembelihan hewan kurban ini berlangsung hingga matahari terbenam pada hari tasyriq yang terakhir, yakni 13 Dzulhijjah.

Apa Hukum Qurban Menurut Imam Syafi i?

Apa Hukum Qurban Menurut Imam Syafi i?

Dalam mazhab Syafi’i, ibadah qurban hukumnya sunnah muakkad, yaitu suatu ibadah yang jika dilakukan mendapat pahala dari Allah SWT, jika tidak dilakukan tidak akan berdosa.

Ustadz Muhammad Ajib dalam buku Fikih Qurban Perspektif Mazhab Syafi’i terbitan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan, sebaiknya bagi orang yang memiliki keluasan rezeki tidak meninggalkan ibadah qurban. Sebab walaupun hukumnya sebatas sunnah, tapi sunnah yang satu ini termasuk yang sangat dianjurkan.

“Dengan kata lain sunnah muakad adalah sunah yang kuat,” kata Ustadz Ajib dalam bukunya.

Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyampaikan, adapun masalah hukum qurban, Imam Syafi’i dan ulama syafiiyah menyebutkan hukumnya sunnah muakad. Qurban termasuk syiar agama Allah yang sebaiknya dijaga bagi yang mampu melaksanakannya walaupun tidak wajib berdasarkan dalil syari.

Perlu diketahui ibadah qurban juga dianjurkan bagi siapa pun yang berada di kota, desa dan orang yang sedang bepergian atau musafir. Bahkan orang yang sedang haji sangat dianjurkan berqurban meskipun sudah menyembelih hadyu.

Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyampaikan, Imam Syafi’i berkata dalam bab sesembelihan, qurban hukumnya sunnah bagi siapa pun yang memiliki keluasan rezeki baik penduduk kota, desa, musafir dan orang yang sedang haji meskipun sudah melakukan hadyu atau belum.

Namun perlu diketahui ibadah qurban dalam mazhab syafi’i termasuk sunnah kifayah. Maksudnya, jika salah satu keluarga ada satu orang saja misal suami yang berqurban, maka kesunnahan qurban sudah gugur bagi istri dan anak-anaknya. Ini yang disebut dengan sunnah kifayah.

“Tentu jika dalam satu keluarga masing-masing ingin berqurban misal suami, istri dan anak-anaknya ikut berqurban semua, maka ini jauh lebih afdhal,” kata Ustadz Ajib.

“Para ulama syafiiyah berkata, ibadah qurban hukumnya sunnah kifayah dalam satu keluarga. Jika salah satu dari mereka ada yang berqurban maka pahala kesunnahannya merata ke keluarga mereka semua.” (Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab).

Oleh karena itu marilah kita di bulan Dzulhijjah ini semangat berqurban. Sisihkanlah sedikit harta kita untuk ibadah qurban. Jangan ada pemikiran dalam diri kita bahwa harta bisa berkurang jika berqurban.

Karena harta yang dikeluarkan untuk ibadah qurban Insya Allah akan diganti dengan rezeki yang melimpah oleh Allah SWT. Bahkan qurban ini lebih afdhal daripada sedekah yang biasa kita lakukan.

“Menurut mazhab kami (Syafi’i) sesungguhnya ibadah qurban lebih baik dari pada sedekah sunnah.” (Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab).

 

Dalil Al-Qur’an dan Hadits tentang Qurban

Ibadah qurban disyariatkan pada tahun ketiga Hijriyah, bersamaan dengan pensyariatan zakat dan sholat hari raya. Allah SWT telah mensyariatkan pelaksanaan qurban melalui firman-Nya dalam surah Al Kautsar ayat 1-3,

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ٢ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ ࣖ – ٣

Artinya: “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”

Perintah berqurban juga dijelaskan dalam hadits shahih riwayat Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan Imam al-Hakim yang berasal dari Abu Hurairah RA. Dia berkata Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat sholat kami.”

Melansir buku Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syafi’iy oleh Muhammad Ajib, mengenai hewan qurban, Rasulullah SAW menyembelih dua ekor kambing kibash yang bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di atas pangkal lehernya. Hal ini termaktub dalam riwayat Imam Muslim tentang hewan qurban.

Bagaimana Jika Sudah Menikah Tapi Belum Aqiqah?

Bagaimana Jika Sudah Menikah Tapi Belum Aqiqah?

Aqiqah merupakan kegiatan yang disunnahkan untuk bayi yang telah menginjak usia 7 hari. Kesunnahan aqiqah sendiri dibebankan kepada orang tua, dengan kata lain tidak ada kewajiban bagi seorang anak untuk melakukan aqiqah diri sendiri. Tapi bagaimana kalo anak sudah dewasa dan bahkan sudah menikah namun belum juga melakukan aqiqah untuk dirinya.

 

Apakah Kewajiban Aqiqah Menjadi Gugur ?

Sudah menikah tapi belum aqiqah apakah kewajiban tersebut menjadi gugur atau tidak.? Bagaimana jika orang tua tersebut tidak mengetahui hukum mengenai kelahiran anak, tidak tahu hukum mengenai aqiqah, harus mencukur rambut anaknya dan sebagainya.

Dalam hal ini terdapat eberapa pendapat ulama, ppendapat pertama yaitu kesunnahan aqiqah menjadi gugur dan tidak ada lagi kewajiban, sebab aqiqahditujukan terhadap orang tua dan bukan menjadi kewajiban seorang anak. Apabila orang tuanya tidak melaksanakan kewajiban atau aqiqah dikarenakan tidak tahu.

Beda cerita apabila orang tua mampu secara ekonomi namun dengan sengaja tidak melaksanakan aqiqah maka orang tuanya yang menanggung dosa.

Sedangkan pendapat ulama yang ke dua mengatakan, kalo misal anak ini yakin orang tuanya belum mengakikahinya sewaktu kecil, maka anak ini (yang sudah dewasa) boleh mengakikahi dirinya sendiri ketika dewasa. Karena berpatokan kepada hadis nabi, bahwa “semua bayi yang terlahir tergadai dengan aqiqahnya”.

Namun apabila merasa ragu sudah aqiqah atau belum maka kembali ke hukum asal. Anggap saja aqiqah sudah dilakukan, sebab sebenarnya anak tidak ada beban hukum untuk melakukan aqiqah atas dirinya sendiri. hukum asal aqiqah adalah ditujukan kepada orang tua.

 

Bagaimana Bila Aqiqah Setelah Dewasa

Dari sahabat Samurah bin Jundub ra, Rasulullah bersabda “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih pada hari ke tujuh, digundul rambutnya dan diberi nama” (H.R. Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dinilai shahih oleh al-Albani)

Perlu untuk diingat kembali bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah. Dan terkait waktu dari pelaksanaannya, para ulama menyepakati bahwa waktu yang paling afdhal untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ke tujuh sebagaimana telah disebutkan dalam hadis di atas.

Namun apabila pada hari ke tujuah orang tua berhalangan untuk melaksanakan aqiqah maka diperbolehkan untuk melaksanakannya pada hari ke 14 atau pada hari ke 21.

Namun bila tidak mampu, aqiqah boleh dilakukan setelah sampai ada kemampuan, meskipun si anak sudah dewasa. Berdasar perbuatan nabi, dimana dia mengaqiqahi dirinya sendiri di saat beliau sudah mencapai usia dewasa.

Imam tabrani meriwayatkan, hadis yang menjadi dasar kesimpulan ini. Bahwa Nabi Muhammad mengaqiqahi diri beliau sendiri, setelah beliau diutus menjadi Nabi (dinilai shahih oleh syaikh albani, dalam silsilah as-shahihah)

Riwayat di atas juga menunjukkan bolehnya seseorang mengaqiqahi dirinya sendiri, apabila orang tuanya belum mengaqiqahi dirinya ketika kecil atau karena orang tuanya tidak mampu melakukan aqiqah untuknya.

Imam Nawawi menjelaskan, seandainya kambing aqiqah disembelih sebelum atau setelah hari ke tujuh, maka hukumnya tetap sah. Adapun bila disembelih sebelum kelahiran, para ulama sepakat aqiqah tidak sah. Status kambing yang disembelih adalah sembelihan biasa (tidak teranggap sebagai aqiqah). (Al-Majmu’ 8/411)

Belum Aqiqah Diri Sendiri Bolehkah Aqiqah Anak?

Belum Aqiqah Diri Sendiri Bolehkah Aqiqah Anak?

Dalam Islam, Aqiqah menjadi suatu ibadah yang  ditujukan kepada setiap orang tua yang telah dikharuniai seorang anak. Anak atau bayi yang telah menginjak usia 7 hari maka dianjurkan untuk diakikahkan. Sebagaimana telah disampaikan Dalam sebuah hadisnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِصلى الله عليه وسلمقَالَ « كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Artinya: “Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud, An Nasai, dan Ibnu Majah).

Jumlah hewan atau kambing yang akan disembelih pada proses aqiqah, jika laki laki maka dianjurkan untuk menyembelih 2 ekor kambing, sedangkan apabila perempuan maka satu ekor saja sudah cukup. 

Dari Ummu Kurz ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda ‘Untuk seorang anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk akan perempuan adalah seekor kambing. Tidak mengapa bagi kalian apakah ia kambing jantan atau betina’.” (HR. Abu Dawud no. 2834-2835).

 

Belum Aqiqah Diri Sendiri Bolehkah Aqiqah Anak?

Kesunnahan aqiqah itu dibebankan kepada orang tua, sehingga apabila orang tua tidak mampu melaksanakan aqiqah maka gugurlah kewajiban untuk aqiqah, sehingga seorang anak tidak ada kewajiban untuk mengakikah diri sendiri, namun apabila ingin melaksanakan aqiqah untuk diri sendiri.

Sebagaimana telah disebutkan oleh Buya Yahya dalam ceramah yang diunggah ke YouTube Al-Bahjah TV (13/102018) Jika anda belum aqiqah maka nanti apabila memiliki rezeki lain dapat melakukan aqiqah untuk diri sendiri.sehingga disimpulkan bahwa sebaiknya mendahulukan melakukan aqiqah anak yang baru lahir. Sementara aqiqah untuk diri sendiri dapat dilakukan jika memiliki rezeki lain nanti.

 

Bacaan Doa Aqiqah

Adapun doa aqiqah yang dibacakan saat penyembilah hewan aqiqah sebagai berikut: “Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.”

Artinya  “Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari umat Muhammad.”

 

Sedangkan doa aqiqah kepada anak yang diaqiqahkan yaitu membaca:

“U’iidzuka bi kalimaatillaahit tammaati min kulli syaithooni wa haammah. Wa min kulli ‘ainin laammah.”

Artinya: “Saya perlindungkan engkau, wahai bayi, dengan kalimat Allah yang prima, dari tiap-tiap godaan syaitan, serta tiap-tiap pandangan yang penuh kebencian.”

 

Aqiqah Merupakan Sunnah Muakkadah

Aqiqah umumnya dikaitkan dengan perayaan kelahiran bayi atau walimah al maulid sebagai tanda syukur kepada Allah. Hukum aqiqah menurut sebagian ulama atau jumhur ulama yakni sunnah muakkadah atau sunnah yang sangat diutamakan (semi wajib). Hal ini sesuai hadits Nabi SAW.

عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى 

Dari Qatadah dari Al Hasan dari Samrah dari Nabi shallallahu `alaihi wasallam, beliau bersabda: “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka hendaklah disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Ibnu Majah) [ No. 3165 Maktabatu Al Ma`arif Riyadh] Shahih.

Bagaimana Sikap Orang Tua yang Mempunyai Anak dan Sampai Hari Ke Tujuh Belum Mampu Untuk Melaksanakan Aqiqah?

Bagaimana Sikap Orang Tua yang Mempunyai Anak dan Sampai Hari Ke Tujuh Belum Mampu Untuk Melaksanakan Aqiqah?

Aqiqah merupakan sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan bagi umat Muslim yang telah dikaruniai seorang anak. Aqiqah menjadi bentuk rasa syukur atas karunia dan tanda terima kasih kepada Allah SWT atas diberikan seorang anak ke tengah keluarga.

 Pelaksanaan aqiqah sendiri dianjurkan untuk dilaksanakan ketika usia bayi menjelang 7 hari. Pada pelaksanaan aqiqah biasanya selain menyembelih kambing, adapun tradisi lain yang dilaksanakan yaitu mencukur rambut dan memberikan nama kepada si bayi.

Apabila ketika menjelang hari ke 7 orang tua bayi berhalangan untuk melaksanakan aqiqah maka diperbolehkan untuk melaksanakan pada hari ke 14 atau hari ke 21. Namun jika seseorang tersebut berada dalam kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, maka kewajiban melaksanakan aqiqah pun gugur. Karena, apabila memang benar-benar tidak mampu, seorang diperbolehkan untuk meninggalkan atau tidak melakukan ibadah aqiqah ini.

 

Tata Cara Aqiqah Anak

Dalam melaksanakan aqiqah anak, ada beberapa tata cara yang dianjurkan. Berikut penjelasan ringkasnya.

 

Memilih Hewan untuk Aqiqah Anak

Tata cara aqiqah anak dalam Islam menganjurkan hewan untuk disembelih. Hewan dengan kriteria yang serupa dengan hewan kurban seperti kambing dan domba yang sehat adalah yang sebaiknya dipilih untuk prosesi aqiqah. Umur dari hewan ternak ini idealnya minimal telah menginjak usia 1 tahun.

 

Membagikan Daging Aqiqah Anak

Daging aqiqah anak yang sudah disembelih, menurut anjuran Islam harus dibagikan kepada para tetangga dan kerabat. Namun terdapat perbedaan antara daging hasil aqiqah dengan daging kurban. Dalam bentuk pembagiannya, daging aqiqah harus diberikan dalam keadaan yang sudah matang, tidak boleh masih dalam kondisi mentah layaknya daging kurban.

Untuk yang memiliki hajat aqiqah anak juga disunnahkan mengonsumsi daging aqiqah anak. Kemudian sepertiga daging lainnya diberikan kepada tetangga atau orang yang membutuhkan.

 

Memberi Nama dan Mencukur Rambut Saat Aqiqah Anak

Dalam tata cara aqiqah selanjutnya disunnahkan untuk mencukur rambut dan memberikan nama kepada anak. Dianjurkan pula untuk memberikan nama dengan arti yang baik.

Sama seperti pemberian nama, Rasulullah SAW sangat menganjurkan agar melakukan cukur rambut pada anak yang baru lahir di hari ke-7. Dalam tata cara aqiqah anak menurut Islam, tidak ada dalil yang menjelaskan bagaimana seharusnya mencukur rambut anak.

 

Membaca Doa Saat Menyembelih Hewan Aqiqah Anak

Berikut adalah bacaan doa yang harus dilafalkan ketika melakukan penyembelihan terhadap hewan aqiqah:

“Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.”

Artinya : “Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud).

Selain membaca doa saat menyembelih hewan aqiqah anak, dianjurkan pula membaca doa bagi anak yang sedang diaqiqahkan seperti berikut ini:

“U’iidzuka bi kalimaatillaahit tammati min kulli syaithooni wa haammah. Wa min kulli ‘aynin lammah.”

Artinya : “Saya perlindungkan engkau, wahai bayi, dengan kalimat Allah yang prima, dari tiap-tiap godaan syaitan, serta tiap-tiap pandangan yang penuh kebencian.”

Mengapa Anak yang Baru Lahir Harus Di Aqiqah?

Mengapa Anak yang Baru Lahir Harus Di Aqiqah?

Dalam Islam, setiap bayi yang baru lahir dianjurkan untuk akikah apabila usianya telah memasuki hari ke tujuh. Namun jika pada hari ke 7 tidak dapat di akikah boleh dilakukan pada hari ke 14 atau hari ke 21.

Aqiqah menjadi salah satu bentuk rasa syukur atas kehadiran buah hati ke tengah keluarga. Seperti yang diketahui, umat Muslim disyariatkan untuk melaksanakan aqiqah sebagai bentuk syukur dan terima kasih kepada Allah dari diberkahinya seorang bayi di dalam kehidupan berumah tangga.

Aqiqah menjadi sebuah sunah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadisnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِصلى الله عليه وسلمقَالَ « كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

Artinya: “Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud, An Nasai, dan Ibnu Majah).

Dalam proses menjalankan aqiqah dianjurkan untuk menyembelih hewan ternak (kambing). Apabila anak lagi laki, dianjurkan menyembelih dua hewan kambing, sedangkan jika perempuan maka dengan satu kambing saja sudah cukup. Namun jika menyembelih kambing  dalam jumlah 2 ekor memberatkan pihak yang akan melaksanakannya (kurang mampu) maka diperbolehkan untuk menyembelih satu ekor saja.

Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

Dari Ummu Kurz ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda ‘Untuk seorang anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk akan perempuan adalah seekor kambing. Tidak mengapa bagi kalian apakah ia kambing jantan atau betina’.” (HR. Abu Dawud no. 2834-2835).

 

Manfaat Aqiqah dalam Islam

  1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW

Manfaat aqiqah atau akikah yang pertama adalah menghidupkan sunah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabi Ibrahim AS, tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail AS.

 

  1. Melindungi anak dari gangguan setan

Akikah mengandung unsur perlindungan dari setan yang dapat mengganggu anak yang terlahir. Hal ini didasarkan pada hadis, yang artinya, “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.” 

Sehingga, anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan setan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari setan tergadai oleh aqiqahnya”.

 

  1. Tebusan bagi anak

Manfaat aqiqah lainnya merupakan tebusan bagi anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari akhir, sebagaimana Imam Ahmad mengatakan, “Dia tergadai dari memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya).”

 

  1. Mendekatkan diri dengan Allah SWT

Manfaat lain dari akikah adalah sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah SWT dengan lahirnya si kecil.

 

  1. Ungkapan rasa bahagia karena dikarunia seorang anak

Akikah adalah sarana untuk menunjukkan rasa gembira ketika dikaruniai seorang anak. Artinya, kamu sangat bersyukur bisa memiliki keturunan dan diharapkan menjadi sosok anak yang taat dengan syariat Islam.

 

  1. Memperkuat tali persaudaraan

Manfaat terakhir dari akikah adalah mempererat tali persaudaraan. Misalnya dengan memberikan daging kambing akikah, diharapkan bisa menguatkan tali persaudaraan dan anak juga akan didoakan untuk kebaikannya.