Hari Tasyrik Itu Ada Berapa?

Hari Tasyrik Itu Ada Berapa?

Ketika merayakan hari raya Idul Adha, istilah hari  Tasyrik kerap kali terdengar. Lantas apa itu hari Tasyrik.? Dan ada berapa hari Tasyrik di bulan Dzulhijjah.?

Di dalam buku bertajuk Dahsyatnya Puasa Wajib dan sunnah Rekomendasi Rasulullah karya Amirulloh Syarbini dan Sumantri Jamhari, hari tasyrik adalah hari untuk makan, minum, dan mengingat Allah. Hari tasyrik tersebut jatuh setiap tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah atau tepatnya tiga hari setelah Idul Adha. Tidak heran bila hari tasyrik selalu disebut-sebut dalam momen Hari Raya Idul Adha.

Pada hari Tasyrik pada hari Tasyrik juga kerap kali disebut dengan hari makan dan minum sebab di hari tersebut merupakan hari dimana umat Muslim melaksanakan perayaan Qurban. Sehingga bagi siapa saja yang tidak sempat melaksanakan Kurban pada 10 Dzulhijah atau bersamaan dengan hari raya Idul Adha, maka boleh untuk melaksanakannya pada hari Tasyrik atau tiga hari setelah Idul Adha.

Sebagaimana dengan definisi yang sudah disebutkan sebelumnya, Rasulullah Muhammad SAW melarang umatnya untuk berpuasa pada hari-hari tasyrik. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Nabisyah Al Hadzali, Rasulullah bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ

Artinya: “Hari-hari tasyrik adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah,” (HR. Muslim).

Hari tasyrik juga disebut sebagai hari-hari penyempurna yang bersamaan dengan persyariatan takbir setelah sholat dan persyariatan kurban. Hal ini disebutkan dalam buku 5 Amalan Penyuci Hati karya Ali Akbar bin Aqil dan Abdullah.

 

Dalil Hari Tasyrik

Dalil lainnya dari Amr ibn ‘Ash, ia meriwayatkan, “Bahwa hari-hari tasyrik merupakan hari ketika Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berbuka dan melarang kita untuk puasa,”

Diceritakan pula dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Hudzafah untuk berkeliling Mina dan menyeru:

لَا تَصُومُوا هَذِهِ الْأَيَّامَ، فَإِنَّهَا أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ، وَذِكْرِ اللَّهِ، عز وجل

Artinya: “Janganlah kalian puasa pada hari-hari ini (hari tasyrik) karena hari-hari itu merupakan hari-hari untuk makan, minum, dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla,” (HR. Ahmad)

 

Meskipun terdapat larangan untuk berpuasa, Rasulullah membolehkan untuk melakukan penyembelihan hewan kurban pada hari tasyrik. Hal ini sesuai dengan hadits dari Jubair bin Muth’im RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ كُلُّهَا ذَبْحٌ

“Di setiap hari tasyrik adalah penyembelihan,” (HR. Ahmad, dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’).

Artinya, menyembelih hewan kurban pada hari tasyrik dinilai sebagai ibadah kurban (udhiyyah) atau sama seperti menyembelih pada Hari Raya Idul Adha. Sebagian dagingnya boleh dimakan dan disimpan, sebagian lainnya harus dibagikan kepada orang lain.

 

Amalan Hari Tasyrik

Untuk menambah amal shaleh di hari Tasyrik terdapat beberapa amalan ibadah yang dianjurkan salah satunya adalah

Berzikir dengan bertakbir setelah shalat wajib

Memperbanyak doa sapu jagat

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Bacaan latin: Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar

Artinya: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.”

Berapa Hari Sebelum Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Berapa Hari Sebelum Berkurban Tidak Boleh Potong Rambut?

Potong rambut dan kuku bagi orang yang hendak melaksanakan Qurban memang menjadi suatu hal yang dilarang. Hal trsebut telah dijelaskan pada Hadits riwayat Ummu Salamah. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang dimaksud adalah:

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

Pada hadis tersebut telah dijelaskan bahwa larangan memotong kuku dan rambut berlaku ketika memasuki hari pertama bulan dzulhijjah hingga hari ke 10 atau hari yang menjadi selesainya ibadah qurban ditunaikan. Namun dalam hal ini terdapat dua pendapat yang berbeda, ada yang berpendapat bahwa larangan tersebut berlaku untuk hewan yang akan dikurbankan namun ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut berlaku untuk orang yang hendak berkurban.

 

Imam Malik dan Syafi’I

Namun dalam hal ini terdapat dua pendapat yang berbeda yang dimana menurut Imam Malik dan Syafi’I, larangan ini berlaku untuk hewan yang hendak dikurbankan “ Jika dia memotong kuku atau rambutnya sebelum hewan kurban disembelih, maka hukumnya makruh”.

Sedangkan Abu Hanifah mempunyai pendapat yang berbeda. Menurutnya, memotong kuku dan rambut itu hanya mubah (boleh), jika dipotong tidak makruh, dan kalau tidak dipotong tidak sunnah. Sementara Imam Ahmad mengharamkan potong kuku dan potong rambut bagi orang yang berkurban. tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.

Dalam kitab Al Majmu’, Imam An-Nawawi berpendapat, hikmah dari kesunahan ini adalah supaya seluruh anggota tubuh diselamatkan dari siksa api neraka di akhirat kelak ada pula yang berpendapat kuku dan rambut akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

Dari beberapa pendapat juga menjelaskan bahwa hal tersebut berlaku untuk hewan yang akan dikurbankan dan ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut diperuntukkan bagi orang yang hendak melaksanakan Qurban. untuk lebih jelasnya, simak penjelasan berikut.

 

Ibnul Malak 

“Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan”

Namun, almarhum Kiai Ali Mustafa Yaqub yang pernah menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal menguatkan pendapat gharib tersebut. Kiai Ali-melalui kitab At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin- mengatakan, hadits tersebut perlu dibandingkan dengan hadits yang lain.

 

Kuku dan rambut hewan kurban akan jadi saksi di akhirat kelak

Ada istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits) dalam turuqu fahmil hadits (disiplin pemahaman hadits). Hal itu dipakai untuk menelusuri maksud sebuah hadits. Kadang kala dalam satu hadits tidak disebutkan tujuan hukumnya. Makanya, hadits itu perlu dikomparasikan dengan hadits yang lain. Yang lebih lengkap.

Sama saat memahami hadits yang diriwayatkan Ummu Salamah. Menurut Kiai Ali, hadits Ummu Salamah perlu dikomparasikan dengan hadits Aisyah yang berbunyi:

“Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban.  Karena ia  akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya,  pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban” (HR Ibnu Majah)

Selain itu, hadits Ummu Salamah juga dikomparasikan dengan hadits riwayat al-Tirmidzi yang berbunyi:

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan” (HR At-Tirmidzi).

Setelah mengkomparasikan dengan dua hadits tersebut, almarhum Kiai Ali menyimpulkan bahwa Nabi melarang memotong rambut dan kuku hewan kurban, bukan orang yang berkurban. Sebab, kuku dan rambut hewan kurban itu akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

Kenapa Orang yang Berkurban Tidak Boleh Memotong Rambut dan Kuku?

Kenapa Orang yang Berkurban Tidak Boleh Memotong Rambut dan Kuku?

Memotong kuku dan rambut bagi orang  yang hendak berqurban memang kerap kali menjadi perbincangan di sebagian kalangan orang yang  hendak berkurban. Larangan memotong  kuku dan rambut bagi orang yang hendak melaksanakan Qurban berlaku sejak sepuluh hari pertama Zulhijjah. Hal ini telah disampaikan pada Hadits riwayat Ummu Salamah. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang dimaksud adalah:

 “Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)”

Larangan memotong kuku ini sebenarnya terdapat beberapa perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat bahwa supaya seluruh anggota tubuh diselamatkan dari siksa api neraka di akhirat kelak, 

 

Orang yang berkurban tidak boleh memotong kuku dan rambut 

Menurut Imam Malik dan Syafi’i, orang yang berkurban disunahkan tidak memotong rambut dan kuku sampai selesai penyembelihan. Jika dia memotong kuku atau rambutnya sebelum hewan kurban disembelih, maka hukumnya makruh.

Sedangkan Abu Hanifah mempunyai pendapat yang berbeda. Menurutnya, memotong kuku dan rambut itu hanya mubah (boleh), jika dipotong tidak makruh, dan kalau tidak dipotong tidak sunnah. Sementara Imam Ahmad mengharamkan potong kuku dan potong rambut bagi orang yang berkurban. tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya.

Dalam kitab Al Majmu’, Imam An-Nawawi berpendapat, hikmah dari kesunahan ini adalah supaya seluruh anggota tubuh diselamatkan dari siksa api neraka di akhirat kelak ada pula yang berpendapat kuku dan rambut akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

Dari beberapa pendapat juga menjelaskan bahwa hal tersebut berlaku untuk hewan yang akan dikurbankan dan ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut diperuntukkan bagi orang yang hendak melaksanakan Qurban. untuk lebih jelasnya, simak penjelasan berikut.

 

Potong Kuku dan Rambut Untuk Hewan Ternak

“Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan”

Namun, almarhum Kiai Ali Mustafa Yaqub yang pernah menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal menguatkan pendapat gharib tersebut. Kiai Ali-melalui kitab At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin- mengatakan, hadits tersebut perlu dibandingkan dengan hadits yang lain.

 

Kuku dan rambut hewan kurban akan jadi saksi di akhirat kelak

Ada istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits) dalam turuqu fahmil hadits (disiplin pemahaman hadits). Hal itu dipakai untuk menelusuri maksud sebuah hadits. Kadang kala dalam satu hadits tidak disebutkan tujuan hukumnya. Makanya, hadits itu perlu dikomparasikan dengan hadits yang lain. Yang lebih lengkap.

Sama saat memahami hadits yang diriwayatkan Ummu Salamah. Menurut Kiai Ali, hadits Ummu Salamah perlu dikomparasikan dengan hadits Aisyah yang berbunyi:

“Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban.  Karena ia  akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya,  pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban” (HR Ibnu Majah)

Selain itu, hadits Ummu Salamah juga dikomparasikan dengan hadits riwayat al-Tirmidzi yang berbunyi:

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan” (HR At-Tirmidzi).

Setelah mengomparasikan dengan dua hadits tersebut, almarhum Kiai Ali menyimpulkan bahwa Nabi melarang memotong rambut dan kuku hewan kurban, bukan orang yang berkurban. Sebab, kuku dan rambut hewan kurban itu akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

Apakah Pengertian Qurban Menurut Bahasa Dan Syariah?

Apakah Pengertian Qurban Menurut Bahasa Dan Syariah?

Kurban yang berarti dekat atau mendekatkan atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sementara itu, ibadah kurban adalah salah satu ibadah pemeluk agama Islam, dengan melakukan penyembelihan hewan ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan Dzulhijjah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (Idul Adha), serta 11, 12, dan 13 (hari Tasyrik).

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata kurban bermakna persembahan kepada Allah, seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari lebaran haji.

Perintah berkurban ini sudah diterangkan dalam salah satu firman Allah melalui surat Al Hajj ayat 34 yang berbunyi,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

Artinya: “Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”

Berdasarkan ayat di atas, kurban dianjurkan bagi tiap muslim yang mampu. Melalui kurban juga bisa meningkatkan pengorbanan untuk kepentingan agama Allah dan menenangkan jiwa sebagaimana dalam sebuah hadits disebutkan berikut,

ا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

Artinya: “Tidak ada amalan yang diperbuat manusia pada Hari Raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku-kukunya. Sesungguhnya sebelum darah qurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Maka tenangkan lah jiwa dengan berqurban.” (HR Tirmidzi).

 

Syarat Untuk Berkurban

Adapun sejumlah syarat bagi orang yang akanmelaksanakan qurban. berikut beberapa syarat untuk berkurban.

1. Muslim

Salah satu cara untuk mendekatkan diri pada Allah Swt adalah dengan berkurban. Oleh sebab itu, hanya orang muslim yang wajib untuk berkurban, sedangkan orang non-muslim tidak memiliki kewajiban untuk berkurban.

 

2. Mampu

Perintah berkurban lebih dianjurkan pada umat muslim yang memiliki finansial atau mampu untuk membeli hewan kurban. Seseorang dianggap mampu untuk berkurban ketika dirinya telah menyelesaikan kewajiban nafkah terhadap keluarganya.

 

3. Baligh dan Berakal

Ibadah kurban yang paling utama yaitu bagi orang dewasa atau seseorang yang telah baligh dan berakal sehat.

 

Syarat Hewan yang akan Dikurbankan

Tidak semua jenis hewan dapat dikurbankan oleh orang muslim. Ada beberapa kriteria hewan yang diperbolehkan untuk dijadikan sebagai hewan Qurban. berikut beberapa syaratnya

Hewan untuk kurban harus memenuhi persyaratan yaitu:

Merupakan hewan ternak, yaitu sapi, unta, kambing, atau domba.

Hewan sudah cukup umur (kambing sudah berumur 1 tahun atau lebih, sapi minimal berumur 2 tahun, dan unta minimal berumur 5 tahun).

Kondisi fisik hewan sedang dalam masa prima, sehat, gemuk, tidak cacat, tidak pincang, dan tidak buta.

Apa Saja yang Menjadi Keutamaan dan Pahala Berqurban?

Apa Saja yang Menjadi Keutamaan dan Pahala Berqurban?

Qurban merupakan sebuah ibadah yang dianjurkan untuk dilaksanakan ketika bulan Dzulhijah. Pelaksanaan Qurban sendiri biasanya akan dilakukan setiap tanggal 10 Dzulhijjah, selepas shalat Idul Adha.

Namun pelaksanaan Qurban juga bisa dilakukan pada hari 11, 12, dan 13 pada bulan dzulhijjah. Apabila melewati hari tersebut, maka Qurban yang dilakukan akan menjadi sedekah, sehingga keutamaan yang akan diperoleh merupakan keutamaan sedekah.

 

Apa Saja Keutamaan dan Pahala Berqurban

Pada dasarnya Kurban merupakan ibadah yang hukumnya sunnah muakkad atau sunnah yang  dianjurkan. Hal tersebut juga telah disampaikan oleh Baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah (3123), Ahmad (2/321), al-Hakim (4/349), ad-Daruquthni (4/285), al-Baihaqi (9/260).

Dalam hadis tersebut seakan akan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallamnegaskan bagi setiap umat Muslim yang telah mampu harus melaksankan Qurban.

 

Keutamaan Qurban

Ada banyak keutamana dari melaksanakan Qurban seperti yang telah dijelaskan pada sejumlah dahlil berikut ini.

 

1. Dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah

Sebagai salah satu ibadah yang memiliki sejarah panjang, Allah SWT senantiasa memberikan arahan kepada seluruh umatnya untuk melakukan ibadah kurban. Hal ini terdapat dalam firman-Nya yang tertuang pada Quran Surat Al Kautsar ayat 2:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Fa ṣalli lirabbika wan-ḥar

Artinya:

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurban lah.

 

2. Penyembelihan hewan kurban disyariatkan agar umat muslim bersyukur atas hewan ternak yang diberikan oleh Allah SWT

Penyembelihan hewan kurban telah disyariatkan oleh Allah SWT dalam firmannya yang berbunyi:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ فَلَهُۥٓ أَسْلِمُوا۟ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُخْبِتِينَ

Wa likulli ummatin ja’alnā mansakal liyażkurusmallāhi ‘alā mā razaqahum mim bahīmatil-an’ām, fa ilāhukum ilāhuw wāḥidun fa lahū aslimụ, wa basysyiril-mukhbitīn

 

Artinya:

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (Quran Surat Al-Hajj Ayat 34)

 

3. Hiasilah dirimu dengan ibadah kurban

Keutamaan berkurban disebutkan dalam hadis riwayat Imam at-Tirmidzi dan imam Ibnu Majah dari Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan kurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan pahala kurban yang menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah. Maka hiasilah dirimu dengan ibadah kurban.” (HR.Al-Hakim, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi).

Apakah Qurban Sama dengan Sedekah?

Apakah Qurban Sama dengan Sedekah?

Secara umum, sedekah dan Qurban memiliki kesamaan yang dimana sama sama memberi. Sedekah biasanya berupa bantuan yang diberikan kepada seseorang bisa dalam bentuk uang, makanan dan lain sebagainya. Sedangkan Kurban merupakan ibadah yang dilaksanakan dengan cara menyembelih hewan yang kemudian dagingnya akan dibagikan secara gratis.

Meskipun keduanya sama sama memberi secara gratis, namun antara Qurban dan sedekah berbeda. Sedekah merupakan amal perbuatan baik yang boleh dilakukan oleh siapapun dan kapanpun. Sedangkan Qurban merupakan sebuah ibadah yang dianjurkan dalam Islam dan tidak dapat dilakukan kapanpun.

Qurban sendiri dapat dikatakan sah sebagai ibadah Qurban apabila dilakukan pada hari ke sepuluh bulan dzulhijah dan 3 hari hari setelahnya.

 

Lebih Utama Sedekah atau Qurban?

Para ulama di antaranya adalah Imam Ahmad menyatakan bahwa menyembelih kurban lebih utama daripada menyedekahkan harganya.

 

Ibnul Qayyim berkata,

“Menyembelih pada waktunya lebih utama daripada sedekah dengan harganya, bahkan dengan jumlah sedekah yang lebih besar daripada harga kurban, karena penyembelihan dan mengalirkan darah itu sendiri menjadi sasaran, ia adalah ibadah yang disandarkan dengan shalat.”

 

Allah  ta’ala berfirman, artinya,

“Maka shalatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah.”  (QS. Al-Kautsar: 2)

Dan Allah  ta’ala  berfirman, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, penyembelihaku, mustahil dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”  (QS. Al-An’am: 162).

 

Mengapa Kurban Lebih Utama?

Di antara ini adalah :

 

  1. Kurban adalah ibadah khusus yang diperintahkan pada waktu yang khusus pula, sementara itu ibadah umum yang tidak berpatok dengan waktu, bila sebuah ibadah telah ditentukan pada waktu tertentu, maka ia merupakan ibadah paling utama pada waktunya, bukan ibadah umum.

Ibadah yang sempit/terbatas (Mudhoyyaq), tentu lebih layak kita prioritaskan. Berkurban misalnya, sangat terbatas. Hanya di 10 Dzulhijjah saja. Hanya sekali dalam satu tahun. Maka ibadah ini lebih layak kita utamakan. Adapun menyantuni orang-orang yang membutuhkan, selang waktunya (Muwassa’), bisa dilakukan di luar 10 Dzulhijjah, kapan saja bisa.

 

  1. kurban adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  dan amal kaum muslimin, sedekah harga lebih utama, pasti Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam  Bahwa akan meninggalkan qurban dan menggantinya dengan sedekah, mungkin Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam  melakukan amalan yang utama dengan amalan lain selama sepuluh tahun di Madinah sampai wafat.

 

  1. Suatu kali kaum muslimin di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  tertimpa paceklik, saat itu waktu qurban tiba, namun Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam  tidak memerintahkan kaum muslimin untuk bersedekah dengan harga qurban, sebaliknya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  memerintahkan kaum muslimin untuk memerintahkan menyembelih dan membagikan dagingnya kepada kaum muslimin.

Saat Musim Paceklik, Saat Itu Rasul Lebih Mengutamakan Kurban Dibanding Sedekah Saat Idul Adha

Dalam  ash-Shahihain  dari Salamah bin al-Akwa’ berkata, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,

“Siapa yang menyembelih kurban di antara kalian, maka malam tidak menyimpannya lebih dari tiga.”  Di tahun berikutnya orang-orang berkata kepada Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam , “Ya Rasulullah, apakah tahun ini kami harus melakukan apa yang kami lakukan tahun lalu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,  “Makanlah, berilah makan dan simpanlah, karena tahun lalu orang-orang dalam keadaan sulit, sehingga aku ingin kalian membantu.”

Dalam Shahih al-Bukhari Aisyah ditanya,

“Apakah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wasallam  melarang makan daging kurban lebih dari tiga hari?” Dia menjawab,  “Beliau tidak melakukannya kecuali di tahun di mana masyarakat sedang paceklik, beliau ingin orang kaya memberi makan orang miskin.”

Apa Hukumnya Bagi Orang Yang Mampu Tetapi Tidak Mau Berkurban?

Apa Hukumnya Bagi Orang Yang Mampu Tetapi Tidak Mau Berkurban?

Dalam Islam hukum Sunnah adalah hukum yang dianjurkan. Jika melaksanakannya maka akan mendapatkan pahala sebagaimana yang menjadi keutamaannya. Sedangkan apabila tidak maka tidak akan berdosa. Namun berbeda dengan Qurban yang dimana Qurban adalah ibadah yang hukumnya sunnah muakkad atau sunnah yang dianjurkan.

Meskipun hukum Qurban masih Sunnah namun Baginda Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah (3123), Ahmad (2/321), al-Hakim (4/349), ad-Daruquthni (4/285), al-Baihaqi (9/260).

Dar hadis tersebut seakan beliau mengancam bagi yang mampu namun tidak mau melaksanakan Qurban.

Bunyi hadis tersebut seakan mengancam dengan tegas bahwa bagi orang  orang yang sudah mampu secara finansial namun dengan sengaja untuk tidak melaksanakan nya.

Berdasarkan hadis tersebut ada 2 pendapat yang diutarakan oleh sebagian ulama yakni yang pertama bahwa bagi yang sengaja tidak melakukan ibadah qurban namun mampu maka ia dilarang untuk mendatangi shalat Idul Adha. Sementara pendapat lainnya mengatakan bahwa hadits tersebut menunjukkan yang tidak mau ber qurban namun ia mampu maka akan berdosa.

 

Perintah Qurban dalam Al Quran

Dalam surah Al-Kautsar ayat kedua Allah SWT berfirman:

Artinya: Maka shalatlah kamu untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan kurban (QS. Al Kautsar: 2)`

Dari firman Allah tersebut, kata wanhar merupakan fi’il amar yang bersifat perintah yang memiliki konsekuensi hukum wajib atau minimal sunat. Meskipun status wajibnya qurban bagi yang berkemampuan masih bersifat khilafiyah (ada yang mewajibkan bagi yang mampu, ada yang menyatakan sunnah mu’akkadah), banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan kurban lebih utama dibandingkan sedekah meskipun nilai uang yang dikeluarkan dalam shadaqah sama dengan nilai uang yang dikeluarkan untuk ibadah kurban.

Terkait khilafiyah hukum berkurban bagi yang mampu, berkurban hukumnya Sunnah Muakkad. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari Radhiyallahu Anhu yang mengatakan:

“Sesungguhnya aku sedang tidak akan berkurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira kurban adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih). Sedangkan Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan “pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi, hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu.”

 

Meskipun demikian, dalam kaidah ushul fiqh dikenal sebuah kaidah yang berbunyi:

” Dianjurkan untuk keluar dari perkara yang diperselisihkan “

Lantas bagaimana cara kita untuk keluar dari perkara-perkara yang bersifat khilafiyah? Seperti halnya dalam batasan-batasan wudhu (sampai siku pada tangan, sampai mata kaki pada kaki). Terdapat khilafiyah tentang wajib tidaknya siku atau mata kaki untuk dibasuh karena merupakan batas. Ada yang menganalogikan dengan “menyapu lantai sampai batasan dinding” maka dinding tidak perlu untuk disapu. Ada juga yang menganalogikan dengan batasan kota, seseorang belum bisa dikatakan masuk di suatu kota ketika berdiri tepat di perbatasan, karena bisa saja dikatakan masih berada di kota sebelumnya. Maka untuk keluar dari khilafiyah ini, sebaiknya kita menyertakan membasuh siku dan mata kaki, meskipun ada yang mewajibkan ada juga yang tidak.

Demikian juga dalam hal berkurban, ketika berkemampuan secara finansial, maka sangat utama bagi kita untuk berkurban, terlepas dari khilafiyah yang menghukumi wajib atau hanya sunnah mu’akkadah.

Wal Afwu Minkum, Wallahu a’lam bi ash-showab

Jelaskan Kapan Qurban Menjadi Wajib?

Jelaskan Kapan Qurban Menjadi Wajib?

Di bulan Dzulhijjah, selain terdapat ibadah besar seperti haji dan Idul Adha, di bulan Dzulhijjah juga terdapat satu lagi ibadah sosial, yakni qurban.

Qurban hukumnya  sunnah muakkad  (sangat disarankan), bahkan hukumnya lebih utama dari sekedar sedekah biasa, anjuran ini oleh Imam Syafi’i kitab  al-Um. Bahkan beliau tidak mentolerir orang yang mampu melakukan qurban namun tidak kunjung melakukannya:

Dan karena pendapat imam Syafi’i:  Aku tidak mentolerir bagi orang yang mampu berqurban dan meninggalkannya. ( makruhnya meninggalkan ).

Hukum qurban akan menjadi wajib bila di  nadzari , yakni sebelumnya ia telah bernazar untuk berqurban, baik secara hakikat (mengucapkan kalimah nadzar atau mewajibkan diri sendiri).

 Misalnya dengan mengucapkan,“ Demi Allah saya berqurban dengan kambing ini” maka dengan kalimat tersebut kita mengubah hukum dari sunnah menjadi wajib dan aabila tidak dilaksanakan maka akan berdosa.

Selain nadzar, berqurban juga menjadi hal wajib ketika didahului oleh adanya  isyarah. Contohnya, kutipan seseorang (setelah membeli kambing), “ kambing ini qurban saya atau kambing ini aku sebagai qurban”, meskipun orang tersebut tidak menyadari bahwa kata-kata itu menjadikan qurban wajib.

Sehingga konsekuensinya menyembelih dan membagikan semua daging hewan tersebut adalah wajib.Orang yang wajib disembelih tersebut, dan orang yang qurban tadi, tidak diperbolehkan makan daging dari hewan yang diqurbankan.

 

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Syekh al-Bajuri:

Pernyataan, ” kambing ini aku harus qurban ” Jika dilakukan oleh orang ‘awam ditanya, “apa yang ingin kamu lakukan dengan kambingmu ini?”, kemudian mereka menjawab: “Kambing ini saya lihat qurban”.

Bila ia menjawab seperti itu, mkaa hukum qurbannya menjadi qurban wajib dan haram baginya untuk ikut memakan daging tersebut. Dan bila ia mengaku bahwa qurban yang menjadi hak untuk kesunnahan, maka pengakuan tersebut tidak akan diterima, tetapi menurut Imam Asy-Syibro Malisiy, hal ini diampuni (tidak qurban wajib) bagi orang ‘awam, akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh beberapa ulama.

 

Perbedaan Qurban Wajib dan Sunnah

Adapun beberapa hal yang membedakan Qurban wajib dan Qurban sunnah, salah satunya terletak pada hak mengkonsumsi daging  bagi mudhahhi (pelaksanaan kurban)

Dalam qurban sunnah, diperbolehkan bagi mudhahhi untuk memakannya, bahkan nazar sebagian kecil dagingnya dan memakan sendiri selebihnya. 

Adapun yang lebih utama adalah memakan beberapa suap saja untuk mengambil keberkahan dan menyedekahkan sisanya (lihat: Syekh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135). 

Sedangkan kurban wajib, mudlahhi haram memakannya, sedikit pun tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi secara pribadi. Keharaman memakan daging kurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudlahhi, seperti anak, istri, dan lain sebagainya.   Syekh Muhammad Nawawi bin Umar menegaskan:  

 ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما   

“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya”. (Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani, Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim, hal. 531).   

Apa Perbedaan Qurban Wajib Dan Sunnah?

Apa Perbedaan Qurban Wajib Dan Sunnah?

Hukum asal berkurban adalah sunnah kifayah (kolektif), yang artinya apabila di dalam saat anggota keluarga sudah ada yang mengerjakannya, sudah cukup menggugurkan tuntutan bagi anggota keluarga yang lainnya. Namun apabila tidak ada satupun dari mereka yang melaksanakannya, maka semua yang  mampu dari mereka akan terkena imbas hukumnya makruh.

Qurban dapat menjadi wajib apabila terdapat nazar, misalnya ketika seseorang berjanji akan melaksanakan qurban di tahun ini apabila mendapatkan kenaikan jabatan, maka wajib baginya untuk melaksanakannya apabila jabatannya telah naik. Namun apabila dengan secara sengaja tidak melaksanakannya maka ia akan berdosa.

Pada dasarnya, qurban sunnah dan kurban yang wajib memiliki titik kesamaan, misalnya dari segi pelaksanaannya. Kedua dilaksanakan pada hari Nahar dan hari-hari tasyriq (10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Bila dilakukan di luar waktu tersebut, maka tidak sah sebagai kurban. Tata cara menyembelih mulai dari syarat, rukun dan kesunahan juga tidak berbeda antara dua jenis kurban tersebut.   

 

Perbedaan Qurban Wajib Dan Sunnah

Keduanya menjadi berbeda dalam hal berikut

Hak Mengkonsumsi Daging Bagi Mudhahhi (Pelaksanaan Kurban)

Dalam Qurban sunnah, diperbolehkan bagi mudhahhi untuk mengkonsumsi daging bahkan nazar sebagian kecil dagingnya dan memakan sendiri selebihnya.

Adapula yang lebih utama adalah memakan beberapa suap saja untuk mengambil berkahnya dan menyedekahkannya sisanya (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135).   

Sementara qurban wajib, mudhahii haram memakannya, sedikitpun tidak akan diperbolehkan untuk dikonsumsi secara pribadi. Keharaman memakan daging qurban wajib juga berlaku untuk segenap orang yang wajib ditanggung nafkahnya oleh mudlahhi, seperti anak, istri, dan lain sebagainya.   Syekh Muhammad Nawawi bin Umar menegaskan:   

ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما   

“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya”. (Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani, Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim, hal. 531).   

 

Kadar Yang Wajib Disedekahkan

Menurut mazhab Syafi’i, standar minimal yang wajib disedekahkan dalam kurban sunnah adalah kadar daging yang mencapai standar kelayakan pada umumnya, misalnya satu kantong plastik daging. Tidak mencukupi memberikan kadar yang remeh seperti satu atau dua suapan. Kadar daging paling minimal tersebut wajib diberikan kepada orang fakir/miskin, meski hanya satu orang. 

Selebihnya dari itu, mudhahhi diperkenankan untuk memakannya sendiri atau diberikan kepada orang kaya sebatas untuk dikonsumsi. 

Kadar minimal yang wajib disedekahkan tersebut wajib diberikan dalam kondisi mentah, tidak mencukupi dalam kondisi masak (lihat: Syekh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 6, hal. 135).   Sedangkan kurban wajib, semuanya harus disedekahkan kepada fakir/miskin tanpa terkecuali, tidak diperkenankan bagi mudhahhi dan orang-orang yang wajib ia nafkahi untuk memakannya. Demikian pula tidak diperkenankan diberikan kepada orang kaya. Daging yang diberikan juga disyaratkan harus mentah (Syekh Ibnu Qasim al-Ubbadi, Hasyiyah Ibni Qasim ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 9, hal. 363).  

Apakah Boleh Berkurban Dua Kali?

Apakah Boleh Berkurban Dua Kali?

Ketika menjelang  Idul Adha, umat Muslim biasanya mengadakan acara qurban. Qurban sendiri merupakan ibadah yang dilakukan dengan cara menyembelih hewan ternak. Hewan ternak yang disembelih merupakan hewan yang diberikan oleh umat Muslim yang telah tergolong mampu. Daging dari hewan Qurban ini nantinya akan dibagikan secara gratis kepada setiap orang yang membutuhkannya.

 

Pengertian Kurban

Kata qurban menurut bahasa  berasal dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat (Ibn Manzur: 1992:1:662; Munawir:1984:1185). Maksud dari makna ini ialah mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya. Kata kurban yang digunakan, Sebenarnya dalam istilah agama disebut “udhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang berasal dari kata “dhaha” (waktu dhuha), maksudnya sembelihan pada  saat waktu dhuha tanggal 10 sampai 13 bulan Dzulhijjah. Dari sinilah  muncul istilah Idul Adha.

 

Apakah Boleh Berkurban Dua Kali 

Banyak orang yang menganggap bahwa qurban cukup dilakukan satu kali saja seumur hidup. Syari’at yang benar adalah setiap tahun sekali bagi orang yang mampu.

Nabi saw bersabda : “Ya ayyuhan nas ‘ala kulli ahli baitin fi kulli ‘amin udlhiyah”. (Wahai para manusia, sesungguhnya pada setiap ahli rumah diperintahkan untuk berqurban pada setiap tahun).

Namun berbeda dengan ibadah  haji yang diwajibkan untuk dilakukan satu kali seumur hidup. Hal ini karena beratnya bekal dan perjalanan haji ke tanah suci. Hal ini terbukti, bahwa sekarang ini untuk bisa melaksanakan haji orang harus menunggu giliran puluhan tahun.

 

Qurban Menggunakan Hewan Lebih Dari Satu

Pada dasarnya, Qurban menggunakan satu hewan ternak saja sudah cukup, namun apabila ingin melaksanakan Qurban dengan menggunakan hewan lebih dari satu akan lebih baik. Seperti halnya yang telah dilakukan oleh Nabi SAW yang dimana beliau berkurban dengan dua kambing gemuk dan bertandukhal ini telah disampaikan dalam hadis Nabi yaitu hadis riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik, sebagai berikut:

ضحى رسول الله صلى الله عليه وسلم بكبشين املحين اقرنين فرايته واضعا قدميه على صفاحها يسمي ويكبر فذبحها بيده

Artinya:

“Nabi Saw. berkurban dengan dua kambing gemuk dan bertanduk. Saya melihat Nabi Saw. meletakkan kedua kakinya di atas pundak kambing tersebut, kemudian Nabi Saw. membaca basmalah, takbir dan menyembelih dengan tangannya sendiri.”

 

Dalil-dalil yang mensyariatkan Kurban

Dasar ibadah kurban dapat dibaca dalam QS. Al-Kautsar ayat 2 sebagai berikut:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya:

“Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurban lah (sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah).”

 

Selain itu Juga terdapat  hadis riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Nabi Saw. bersabda;

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Artinya:

“Barangsiapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami.”

Demikian tadi dalil-dalil yang mensyariatkan ibadah kurban. Sebelum mengetahui bagaimana hukumnya kurban lebih dari satu ekor kambing padahal untuk seseorang saja, kita harus memahami hukum kurban secara global.